Ini Korelasi antara Gigi Sehat dengan Masa Depan Anak
- Beranda /
- Kabar /
- Gaya Hidup /
- Kamis, 21 Maret 2019 - 00:34 WIB
Pepsodent mengungkapkan hasil survei global yang memaparkan dampak yang lebih luas dari kesehatan mulut pada kehidupan anak-anak, yaitu potensi akademis serta rasa percaya diri mereka sebagai bekal di masa depan.
TOKOHKITA. Pepsodent, brand perawatan kesehatan gigi dan mulut produksi PT Unilever Indonesia Tbk. bekerjasama dengan FDI World Dental Federation dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menggelar peringatan Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2019 bertempat di SD Negeri Gunung 01, Jakarta Selatan.
Di kesempatan ini, Pepsodent juga mengungkapkan hasil survei global yang memaparkan dampak yang lebih luas dari kesehatan mulut pada kehidupan anak-anak, yaitu potensi akademis serta rasa percaya diri mereka sebagai bekal di masa depan.
Drg. Ratu Mirah Afifah, GCClinDent., MDSc, selaku Division Head for Health & Wellbeing and Professional Institutions Yayasan Unilever Indonesia menjelaskan, peringatan Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia kembali dilaksanakan untuk mengedukasi, memberikan pemeriksaan gigi gratis, sekaligus membiasakan masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak untuk merawat kesehatan gigi dengan menyikat gigi mereka pada pagi dan malam hari, serta memeriksakan diri ke dokter gigi setidaknya enam bulan sekali.
”Tahun ini, Pepsodent mengambil tema ’Senyum Sehat Cerahkan Masa Depan Anak Indonesia’, terinspirasi dari hasil survei global yang dilakukan Pepsodent tahun 2018 lalu di delapan negara, yaitu Chili, Mesir, Perancis, Italia, Indonesia, Amerika Serikat, Ghana dan Vietnam. Survei ini melibatkan 4.094 anak berusia 6-17 tahun beserta orangtua mereka, dan di Indonesia sendiri survei dilakukan pada 506 anak," katanya, Rabu (20/3/2019).
Hasil utama survei ini adalah banyaknya anak Indonesia yang mengalami keluhan sakit gigi selama satu tahun terakhir yaitu sebesar 64%, dimana 41?ri mereka menyatakan bahwa intensitas rasa sakitnya mencapai tingkat sedang hingga berat. Masalah ini ternyata menyebabkan mereka menemui banyak kesulitan di sekolah, baik dalam meraih prestasi akademis maupun bersosialisasi,” lanjut Drg. Mirah.
Akibat sakit gigi, 37% anak mengaku harus absen dari sekolah dengan jumlah absen rata-rata dua hari per anak dalam setahun. Rasa sakit pun menyebabkan 29?ri anak-anak tersebut mengalami gangguan tidur sehingga terpaksa harus sekolah dalam keadaan mengantuk. Didapati pula sebagian besar dari mereka sulit berkonsentrasi dan tidak bisa turut aktif dalam berbagai kegiatan sekolah, akhirnya kemampuan mereka untuk menyerap materi pelajaran menjadi sangat terganggu.
Drg. Mirah kembali menambahkan bahwa, “Anak-anak yang bermasalah dengan gigi dan mulut cenderung dua kali lebih rentan untuk mengalami krisis kepercayaan diri, kesulitan bersosialisasi bahkan menolak untuk memperlihatkan senyum mereka dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki gigi dan mulut yang sehat.”
Fakta ini ditanggapi oleh Ayoe Sutomo, seorang psikolog anak dan keluarga. Dalam menemukan rasa percaya diri ada beberapa komponen yang saling mendukung, diantaranya adalah rasa nyaman terhadap diri sendiri yang menimbulkan perasaan positif serta membuat diri merasa berharga, atau biasa disebut dengan self-esteem.
Kebiasaan hidup sehat, termasuk merawat kesehatan gigi, merupakan salah satu hal yang mendukung anak untuk memiliki self-esteem yang baik, karena dengan kebiasaan ini maka anak akan mendapatkan feedback positif dari lingkungan yang membuatnya merasa nyaman sehingga ia akan lebih mudah memiliki pandangan atau konsep yang positif terhadap dirinya.
“Pada akhirnya, seorang anak akan punya keyakinan dan rasa percaya diri untuk melakukan banyak hal dan menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Apalagi saat ini anak tidak hanya dituntut untuk memiliki kecerdasan secara akademis namun juga kecerdasan interpersonal, yaitu bagaimana ia mampu bersosialisasi dan berkolaborasi dengan orang lain. Tentunya keduanya membutuhkan rasa percaya diri yang tinggi,” terangnya.
Lebih jauh, survei global Pepsodent juga menyoroti peranan orangtua dalam membiasakan anak mereka menjaga kesehatan gigi sejak dini. Meskipun 90% orangtua di Indonesia yang terlibat di dalam survei ini mengaku bahwa anak-anak mereka sudah menyikat gigi dua kali sehari, namun 24?ri mereka memperbolehkan anak-anaknya untuk terkadang melewatkan sikat gigi pada malam hari, bahkan 21% nya menjadikan hal ini sebagai sebuah bentuk reward.
Belum lagi, 79% orangtua juga menyebutkan bahwa mereka baru mengajak anak mengunjungi dokter gigi saat masalah sudah timbul, bukan sebagai kunjungan rutin yang seharusnya dilakukan minimal 6 bulan sekali. Hal ini akhirnya menyebabkan anak-anak menjadi lebih rentan untuk mengalami sakit gigi.
Dampak ini terlihat pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dirilis beberapa waktu lalu. Dr. drg. R. M. Sri Hananto Seno, Sp.BM (K)., MM selaku Ketua PB PDGI menjelaskan, saat ini, secara nyata gigi berlubang masih menjadi masalah besar bagi kesehatan gigi dan mulut anak Indonesia. Data Riskesdas 2018 menujukkan bahwa hanya 2,8% masyarakat berusia tiga tahun ke atas yang sudah memiliki perilaku menyikat gigi dua kali sehari, yaitu pagi dan malam.
Hal ini yang antara lain menyebabkan 90,2% anak Indonesia berumur 5 tahun memiliki masalah gigi berlubang, dengan indeks dmf-t atau jumlah rata-rata kerusakan gigi sebesar 8,1. "Di kelompok usia selanjutnya yaitu anak berusia 12 tahun, terlihat data yang agak membaik dimana 72?ri mereka mengalami masalah gigi berlubang dengan indeks DMF-T sebesar 1,9,” ungkapnya.
Namun, kondisi ini kembali memburuk di kelompok usia dewasa, yaitu usia 35-44 tahun. Dilaporkan bahwa 92,2%nya memiliki masalah gigi berlubang, dengan indeks DMF-T sebesar 6,9. Data lain juga menyebutkan bahwa dari 57,6% penduduk Indonesia yang mengakui mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut, hanya 10,2?ri mereka yang mendapatkan pelayanan dari tenaga medis. Semua fakta ini menunjukkan bahwa perawatan kesehatan gigi dan juga kunjungan ke dokter gigi belum dijadikan sebagai sebuah kebiasaan yang dilakukan secara kontinyu.
Drg. Seno melanjutkan, melihat fakta yang ada, edukasi untuk menjaga kondisi kesehatan gigi masih harus terus digalakkan. Acara peringatan Hari Kesehatan Gigi dan Mulut Sedunia 2019 hari ini menjadi bagian dari rangkaian kegiatan school program yang akan dilakukan PDGI bersama Pepsodent melibatkan kurang lebih 1.500 dokter gigi serta 50 PDGI cabang di sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini merupakan bentuk dukungan kami terhadap program pemerintah menuju Indonesia Bebas Karies 2030.
Disebutkan dalam survei lain yang dilaksanakan oleh FDI World Dental Federation di awal tahun 2019 di 13 negara (termasuk di Indonesia), 78% orangtua di Indonesia menyatakan bahwa sekolah merupakan tempat yang tepat bagi anak untuk mendapatkan edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut. Oleh karena itu, school program menjadi langkah yang sangat strategis karena nyatanya orangtua masih mengandalkan sekolah untuk memberikan pendidikan mengenai kesehatan gigi dan mulut kepada anak-anak mereka.
Selama 25 tahun, kemitraan antara Pepsodent, FDI World Dental Federation dan PDGI telah membuat langkah-langkah signifikan untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut anak-anak di seluruh dunia, dan terbukti telah meningkatkan frekuensi menyikat gigi sebesar 25%. School program merupakan bagian dengan komitmen Unilever Sustainable Living Plan (USLP) dalam mendorong 1 miliar orang di seluruh dunia mengambil tindakan untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan tubuhnya termasuk kesehatan gigi dan mulut.
"Kami harap seluruh rangkaian kegiatan ini dapat semakin menyebarluaskan pentingnya menjaga kesehatan gigi dengan baik sejak usia dini sehingga membantu anak Indonesia lebih berprestasi dan percaya diri dalam melangkah maju menuju masa depan yang cerah,” tutup drg. Mirah.
Editor: Tokohkita