Mukhamad Misbakhun
Diskon PPh Badan, Jokowi dan Sri Mulyani
Selain meningkatkan daya saing, penurunan tarif PPh Badan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pajak, sehingga kepatuhan Wajib Pajak meningkat dari sisi formal ke sisi material. Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan penuh kesadaran.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang melakukan upaya peningkatan daya saing dunia usaha Indonesia supaya menarik bagi pengusaha luar negeri untuk berinvestasi di Indonesia. Ssalah satu kebijakannya adal penyesuaian tarif pajak penghasilan (PPh) Badan.
Selain meningkatkan daya saing, penurunan tarif PPh Badan diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pajak, sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat dari sisi formal ke sisi material. Wajib Pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan penuh kesadaran.
Jika Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan mengatakan bahwa penurunan tarif korporasi yang saat ini tarifnya sebesar 25% akan membuat penerimaan dari sumber PPh turun itu semua pihak tahu akibat jangka pendek tersebut. Tapi secara jangka menengah dan panjang akan memberikan relaksasi pada dunia usaha yang secara agregat memberikan dampak bagi kemajuan ekonomi secara keseluruhan. Seharusnya, Sri Mulyani menyiapkan mitigasi risiko nya dari sisi kebijakan fiskal di APBN dan mengambil posisi mendukung upaya presiden tersebut. Karena posisi menteri adalah pembantu presiden.
Pengaruh penerimaan pajak PPh pada APBN tentu sudah disadari oleh Jokowi dan ditindaklanjuti dengan melakukan penguatan pajak secara kelembagaan. Kebijakan yang diambil oleh Jokowi adalah sebuah keputusan yang sangat adil. Penurunan tarif pajak untuk wajib pajak dengan diimbangi penguatan pajak sebagai institusi supaya tax base bisa diperluas sehingga penurunan penerimaan PPh untuk APBN bisa diantisipasi, dan dilakukan dengan mengajukan RUU KUP kepada DPR yang belum selesai sampai hari ini.
Dengan perluasan tax base juga adalah salah satu cara agar pembayar pajak bukan hanya yang itu-itu saja, sebagai kelanjutan dalam pemerataan ekonomi. Karena lebijakan tax amnesty sudah dijalankan. Jokowi telah membuat kebijakan yang selaras dan berkesinambungan. Tidak boleh ada upaya dari menteri tidak menjadikan rencana kerja presiden menjadi tidak terealisasikan.
Sudah waktunya kita mendudukan pajak sebagai lembaga sebanding dengan kontribusi utamanya dalam penerimaan negara untuk menjaga kelangsungan sumber dana belanja APBN bagi kelancaran pelaksanaan program-program pemerintah.
Kita harus mulai memberikan ruang dan tempat yang lebih baik bagi pajak, termasuk mempersepsikan pajak itu adalah bukan suatu hal yang menyusahkan bagi wajib pajak, tetapi kita harus belajar mendudukan pajak sebagai bagian penting dalam pendanaan keberlangsungan kehidupan bangsa kita. Kesadaran penuh, pajak yang rendah, dengan tax base yang lebih luas didukung dengan kelembagaan yang otonom akan lebih baik buat bangsa kita.
Rasanya tidak adil, untuk kontribusi yang demikian besar, tetapi kita tidak memberikan porsi yang besar dalam kelembagaan. Jika ada masalah tehnis dan psikologis terkait implementasi peraturan perpajakan saat ini, maka tugas kita untuk bisa bersama-sama menyelesaikann secara adil dengan duduk bersama antara pemerintah, DJP dan wajib pajak.
Sebagai seorang menteri, Sri Mulyani tidak seharusnya meragukan keputusan yang sudah dibuat oleh Jokowi, memahami bahwa Jokowi seorang risk taker dan bukan seorang pemimpin yang populis. Jangan sampai ada kesan bahwa Kementerian Keuangan tidak mendukung sepenuhnya apa yang telah menjadi keputusan presiden.
*Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.
Editor: Tokohkita