Susan Herawati, Sekjen Kiara
Aplikasi Laut Nusantara Tidak Melindungi Nelayan dari Perampasan Ruang
- Beranda /
- Kabar /
- LINGKUNGAN /
- Kamis, 18 April 2019 - 14:04 WIB
Aplikasi ini berisi berbagai macam fitur, salah satunya peta laut, harga ikan di pelabuhan, titik potensi tangkapan serta memuat kecepatan angin dan ketinggian gelombang. KKP mengklaim nelayan yang telah menggunakan aplikasi berhasil meningkatkan hasil tangkapan ikan.
TOKOHKITA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan aplikasi berbasis android bernama “Laut Nusantara” pada bulan Oktober 2018 lalu, namun hingga hari ini tidak semua nelayan tradisional Indonesia bisa menikmati aplikasi tersebut.
Aplikasi ini berisi berbagai macam fitur, salah satunya peta laut, harga ikan di pelabuhan, titik potensi tangkapan serta memuat kecepatan angin dan ketinggian gelombang. KKP mengklaim nelayan yang telah menggunakan aplikasi berhasil meningkatkan hasil tangkapan ikan tanpa mempertimbangkan masalah perampasan ruang yang dihadapi oleh nelayan tradisional Indonesia.
Susan Herawati, Sekretaris Jenderal Kiara menuturkan, aplikasi Laut Nusantara masih memiliki banyak kendala. Pertama, bagaimana dengan nelayan yang tidak memiliki android dan masih menggunakan telepon genggam biasa. Kedua, KKP harus mempertimbangkan wilayah yang masih belum memiliki signal. Aplikasi Laut Nusantara belum bisa mewakili kebutuhan paling riil dari nelayan tradisional Indonesia.
"Di Sangiang, Banten, nelayan hingga hari ini belum menikmati listrik dan tidak memiliki signal di daerahnya. Hal inipun serupa dengan nelayan di Pulau Binongko yang tidak memiliki akses listrik, sehingga penggunaan aplikasi Laut Nusantara menjadi hal yang sulit digunakan oleh nelayan, katanya di Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Kiara memandang, tanpa aplikasi ini sejak lama nelayan nusantara telah mengenal laut. Mereka memiliki pengetahuan tentang cuaca, gelombang, potensi ikan dan pengetahuan lainnya. Namun pengetahuan itu belum diakui negara, sehingga nelayan kerap menghadapi tekanan investasi seperti reklamasi, pertambangan di pesisir, industri pariwisata.
Menurut Susan, jika kedaulatan nelayan atas ruang belum diakui, serta fasilitas masyarakat pesisir belum memadai, aplikasi ini dikhawatirkan hanya menguntungkan pebisnis besar di sektor perikanan. Padahal mayoritas nelayan Indonesia adalah nelayan tradisional. Perahu serta peralatan mereka daya jelajahnya sangat terbatas.
“Jika aplikasi ini digunakan oleh pebisnis besar, dengan kecepatan dan daya jangkau yang mereka miliki, bisa merugikan nelayan kecil yang memiliki akses dan daya jangkau terbatas” ujar Susan.
Dalam pada itu, disisa masa jabat Susi Pudjiastuti, sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan seharusnya KKP lebih fokus menyelesaikan masalah perampasan ruang ketimbang sekedar membuat aplikasi. "Nelayan butuh laut, akses dan kontrol bukan aplikasi yang tidak bisa digunakan di banyak wilayah pesisir Indonesia," tukas Susan.
Editor: Tokohkita