Nibras Fadhlillah, Project Officer Kiara
Memasuki Babak Baru Pemerintahan: Akankah Hak Pekerja Perikanan Tidak Terabaikan Lagi?
Keinginan pemerintah dalam memajukan sektor perikanan Indonesia juga terlihat dalam salah satu pidato Presiden Joko Widodo di tahun 2014 dengan tujuannya untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia. Tapi Kiara melihat industrialisasi di sektor perikanan hanya berorientasikan pada keuntungan ekonomi dan tidak membangun kesejahteraan bagi pekerja-pekerjanya yang bekerja.
TOKOHKITA. Setahun kembali berlalu namun kesejahteraan pekerja perikanan, baik itu dalam sektor perikanan tangkap maupun pengolahan, masih jauh dari standar yang ada.
Selama beberapa tahun terakhir, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan ataupun program strategis untuk membangun industri perikanan Indonesia, seperti yang tertuang di dalam Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden No. 7 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Keinginan pemerintah dalam memajukan sektor perikanan Indonesia juga terlihat dalam salah satu pidato Presiden Joko Widodo di tahun 2014 dengan tujuannya untuk menjadikan Indonesia sebagai ‘Poros Maritim Dunia’.
Akan tetapi, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) melihat industrialisasi di sektor perikanan yang dibangun oleh pemerintahan Indonesia selama beberapa tahun terakhir masih hanya berorientasikan pada keuntungan ekonomi yang di dapat dari sektor perikanan saja, namun tidak membangun kesejahteraan bagi pekerja-pekerjanya yang bekerja, baik itu dalam sektor perikanan perikanan tangkap maupun pengolahan.
Jumlah buruh yang bekerja di sektor perikanan terhitung sebanyak 12 juta orang, namun yang tersertifikasi hanya 44.300 orang. Dengan latar belakang kebanyakan pekerja perikanan yang berasal dari masyarakat menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan yang rendah, pekerja perikanan ini begitu rentan akan pelanggaran hukum.
"Kerentanan pekerja perikanan ini menjadikan pelanggaran ketenagakerjaan yang ada di dalam sektor perikanan menjadi sangat massif dan terstruktur," kata Nibras Fadhlillah, Monitoring dan Evalusasi Kiara pada diskusi bertajuk "Gerakan Buruh Perikanan Bersama Rakyat" di Bakoel Konfederasi, Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Kiara mencatat dalam laporan Kementerian Luar Negeri Indonesia, untuk periode 2010-2015, Pemerintah Indonesia membantu 2.368 nelayan Indonesia di luar negeri yang telah mengalami kejahatan terkait IUU. Kasus utama yang dialami oleh nelayan Indonesia adalah perselisihan perburuhan (1.148 kasus), penyelundupan manusia (833 kasus), perdagangan manusia (287 kasus), penangkapan ikan ilegal (94 kasus) dan penyalahgunaan narkoba (6 kasus). Beberapa kasus yang tercatat oleh pemerintah Indonesia ini hanya sebagian kecil dari banyaknya pelanggaran hak ketenagakerjaan dan hak asasi manusia yang diterima pekerja perikanan.
Meskipun kebijakan perburuhan telah disahkan, seperti UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, namun ironisnya implementasi dari pemenuhan hak-hak pekerja masih sangat minim.
Menurut Project Officer Kiara ini, sudah setahun lamanya sejak Kiara mendengar akan keinginan pemerintah untuk meratifikasi Konvensi ILO 188 (C188) sebagai bentuk upaya dalam memperbaiki kesejahteraan pekerja di sektor perikanan tangkap, namun dengan perselisihan antar kementerian yang bersangkutan terkait dengan isu pelanggaran hak pekerja di sektor perikanan tangkap, hal ini kemudian berdampak pada belum terealisasinya proses ratifikasi C188 ini.
"Karena itu, Kiara melihat pemerintah Indonesia selangkah lebih lambat dari pemerintah Thailand dalam upaya mensejahterakan pekerja perikanannya, sebagaimana saat ini Thailand menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang telah meratifikasi C188 di awal tahun 2019 ini.
Dengan berakhirnya pesta demokrasi pada 17 April 2019 lalu, Indonesia akan memulai babak baru pemerintahan. Kiara melihat siapapun pemerintah yang terpilih nantinya dapat memberikan angin baru dalam mensejahterakan pekerja yang ada di dalam sektor perikanan, baik itu dalam sektor perikanan tangkap maupun pengolahan. Untuk itu, Kiara mendesak pemerintahan yang nantinya akan terpilih untuk dapat:
Pertama, menyelesaikan tumpang tindih kepentingan antar kementerian dan menyegerakan proses ratifikasi Konvensi ILO No. 188 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan dan Rekomendasi ILO No. 199 Tahun 2007 mengenai Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan sebagai bentuk perlindungan terhadap buruh perikanan;
Kedua, memerintahkan kepada Menteri Ketenagakerjaan menghentikan praktek-praktek hubungan industrial outsourcing dan kerja kontrak yang ada di dalam sektor pengolahan perikanan yang hanya akan melanggengkan praktek perbudakan tanpa ada hubungan kerja seimbang antara pekerja dan pengusaha.
Ketiga, memperketat pengawasan terhadap industri perikanan yang banyak mempekerjakan pekerja perikanan di sektor perikanan tangkap. Keempat, memerintahkan kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk menindak tegas pelaku usaha yang melanggar ketentuan hukum pidana perburuhan di Indonesia, seperti melakukan pemberangusan serikat buruh, tidak membayar upah kerja, membayar upah dibawah standar regional, dst.
Editor: Tokohkita