Masyarakat Indonesia Kutuk Penggusuran Kampung Nelayan Tambakrejo
Menurut Kiara, penggusuran ini tidak menghormati kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat oleh Pemkot Semarang, BBWS Pemali Juana dengan warga Tambakrejo yang dimediasi oleh Komnas HAM, pada 13 Desember 2018 lalu.
TOKOHKITA. Duka menyelimuti kampung nelayan yang terletak di Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah. Sebanyak 97 keluarga nelayan telah digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berjumlah lebih dari 100 orang pada Kamis (9/5/2019).
Penggusuran ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang beserta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana dalam rangka normalisasi banjir kanal timur Kota Semarang sepanjang 6,7 kilometer. Selain itu, penggusuran dilakukan dalam rangka meninggikan jembatan 1-1,5 meter dari sebelumnya.
Dalam penggusuran ini, lebih dari 50 anak-anak mengalami trauma, dua orang istri nelayan pingsan dan kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mendapatkan intimidasi dari Satpol PP. Tak hanya itu, banyak warga dan mahasiswa yang dipukul, ditendang dengan tidak manusiawi.
Menanggapi peristiwa ini, Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA mengutuk penggusuran yang dilakukan secara sewenang-wenang dan menyengsarakan nelayan di Tambakrejo, Semarang. “Hari ini, masyarakat Indonesia ikut mengutuk penggusuran dan tindakan represif Satpol PP terhadap 97 keluarga nelayan di Tambakrejo. Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi,” tegasnya.
Susan mengatakan, fakta ini menjelaskan bahwa nelayan tidak ditempatkan sebagai aktor utama dalam pembangunan di Indonesia. “Selama ini, nelayan selalu menjadi objek bahkan korban pembangunan infrastruktur. Sudah saatnya nelayan ditempatkan sebagai subjek penting pembangunan,” imbuhnya.
Menurut Kiara, penggusuran ini tidak menghormati kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat oleh Pemkot Semarang, BBWS Pemali Juana dengan warga Tambakrejo yang dimediasi oleh Komnas HAM, pada 13 Desember 2018 lalu.
Atas dasar itu, KIARA meminta Pemerintah Kota Semarang beserta Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana untuk bertanggungjawab terhadap penggusuran yang dilakukan di luar keseakatan bersama Komnas HAM akhir tahun lalu. Kemudian, meminta komandan Satpol PP Kota Semarang untuk bertanggungjawab atas pemukulan dan intimidasi yang dilakukan kepada pengacara publik LBH Semarang, serta kepada masyarakat Tambakrejo.
KIARA juga menuntut untuk menghentikan penggusuran dan dikembalikannya tanah masyarakat di Tambakrejo yang dibangun oleh keringat mereka sendiri dan meminta kepada seluruh lapisan masyarakat, di Indonesia untuk memberikan dukungan dan solidaritas untuk 97 keluarga yang telah digusur.
"Kami juga meminta Komnas HAM untuk turun dan melakukan investigasi terhadap penggusuran yang dilakukan secara paksa dan masyarakat Tambakrejo untuk tetap mempertahankan dan memperjuangan tanah mereka serta hak untuk tinggal di kawasan tersebut," tukas Susan.
Sementara itu, Niko Wauran, Pengacara Publik LBH Semarang/Layar Nusantara, menyatakan bahwa penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Semarang dan BBWS Pemali Juana ini sangat tidak menghormati kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat oleh Pemkot Semarang, BBWS Pemali Juana dengan warga Tambakrejo yang dimediasi oleh Komnas HAM, pada 13 Desember 2018 lalu.
“Pemkot Semarang serta BBWS Pemali Juana telah melakukan penggusuran warga dari tempat tinggalnya yang telah dibangun oleh keringat mereka sendiri,” ungkapnya saat mendampingi warga di lokasi penggusuran.
Menurut Niko, kita tidak boleh membiarkan masyarakat Tambakrejo melawan sendiri. “Membiarkan saudara kita melawan sendiri kezhaliman sama saja dengan memperpanjang barisan perbudakan,” pungkasnya.
Editor: Tokohkita