Cerita di Balik Nama-Nama Presiden
Para presiden Indonesia memiliki cerita menarik dengan namanya
TOKOHKITA. Para presiden Indonesia memiliki cerita menarik dengan namanya. Presiden pertama, Sukarno, dalam otobiografinya Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, mengungkapkan pergantian namanya.
Peyakitan menjadi alasan namanya diubah dari Kusno menjadi Sukarno. Namun, ada cerita lain soal pergantian nama itu: nama Kusno kurang enak kalau dipanggil, seperti memanggil tikus. Sukarno juga pernah menegur media massa yang salah menulis nama anaknya yang kemudian menjadi presiden.
“He wartawan, kenapa wartawan itu selalu salah tulis. Guntur Soekarnoputra, salah! Sukarnaputra. Begitu pula Megawati Sukarnaputri. Bukan Soekarnoputri, meskipun namaku adalah Sukarno,” kata Sukarno. Namun, entah mengapa, anak-anaknya sendiri kemudian menggunakan nama Sukarno bukan Sukarna.
Presiden kedua memang sejak lahir bernama Soeharto. Ketika menjadi presiden, dia biasa dipanggil Pak Harto. Ketika dia menunaikan ibadah haji, Raja Arab Saudi Fahd bin Abdul Aziz memberikan pilihan nama: Mohammad atau Ahmad. Soeharto lebih suka menggunakan nama Haji Mohammad Soeharto.
Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Dia satu-satunya yang menyandang nama ayah, kakek dan buyutnya: Habibie, panggilannya Rudy. Dalam Bahasa Arab, habibi, artinya yang terkasih atau yang tersayang. Ketika bertemu Pangeran Arab Saudi Sultan bin Abdul Aziz, Habibie menyinggung soal namanya.
“Prince Sultan, saya memang dari keluarga yang taat beragama Islam. Nama saya Habibie, nenek moyang saya memakai nama-nama Arab, meski kami bukan orang Arab. Sejak kecil saya dididik, ditanamkan keinginan, dan diberi petuah untuk suatu hari nanti dapat menunaikan ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam,” kata Habibie dalam The True Life of Habibie: Cerita di Balik Kesuksesan.
Presiden Gus Dur memiliki nama lahir Abdurrahman Ad-Dakhil. “Nama yang berat untuk anak mana pun. Ad-Dakhil, yang diambil dari nama salah seorang pahlawan dari Dinasti Umayyah, secara harfiah berarti Sang Penakluk. Zaman dulu, Ad-Dakhil berhasil membawa Islam ke Spanyol dan mendirikan peradaban yang berlangsung di sana selama berabad-abad,” tulis Greg Barton dalam biografi resmi Gus Dur.
Gus Dur pun sebagaimana kebanyakan santri Jawa memilih menggunakan nama ayahnya setelah namanya: Abdurrahman Wahid. “Sesuai dengan kebiasaan Arab, dia adalah Abdurrahman ‘putera’ Wahid, sebagaimana ayahnya, Wahid ‘putera’ Hasyim,” tulis Greg Barton.
Bagaimana dengan Susilo Bambang Yudhoyono? Dia lahir di Pacitan pada 9 September 1949 sebagai anak semata wayang pasangan R. Soekotjo dan Siti Habibah. Dalam silsilahnya, dia cucu salah seorang pendiri Pondok Pesantren Tremas. “Dialah yang dijuluki pewaris trah Ki Ageng Buwono Keling dan Kanjeng Sultan Hamengkubuwono II,” tulis Arwan Tuti Artha dalam Dunia Religius SBY.
Ki Ageng Buwono Keling merupakan pendiri Pacitan, yang silsilahnya sampai ke pendiri Majapahit. Sehingga SBY pun merunut silsilahnya sampai ke Raden Wijaya, pendiri Majapahit.
Menurut Arwan, nama Susilo Bambang Yudhoyono menunjukan simbolisasi perwira santun yang tengah perang di medan laga. “Kata susila dalam Bahasa Jawa berarti santun, penuh kesusilaan; sedang bambang artinya satria. Adapun yudho artinya perang dan yono artinya menang,” tulis Arwan.
Ketika mejadi presiden, Susilo Bambang Yudhoyono lebih populer dengan panggilan SBY. Sehingga diplesetkan bermacam-macam oleh para demonstran, seperti Sumber Bencana Yogya; Sengsara Banget Yo; dan Soyo Bubrah Yo (semakin berantakan ya).
Presiden Joko Widodo lahir pada 21 Juni 1961 di RS Brayat Minulyo di Surakarta. Orangtuanya, Sujiatmi dan Wijiatno Notomiarjo, memberinya nama Mulyono. Namun, nama itu tak lama kemudian diganti karena dia berulang kali sakit.
“Ada kepercayaan dalam masyarakat Jawa, anak yang sakit-sakitan perlu berganti nama. Maka Mulyono diganti Joko Widodo. Boleh tidak percaya, saya kemudian tumbuh sehat. Itu misteri,” kata Joko Widodo dalam biografinya, Menuju Cahaya karya Alberthiene Endah.
Joko Widodo kemudian dikenal dengan panggilan Jokowi. Ternyata ada ceritanya. Pada 1990-an, ketika usaha mebelnya maju, dia berbisnis dengan para pengusaha dari luar negeri. Kantornya tak pernah sepi dari kunjungan para importir. “Di saat itulah sebutan Jokowi muncul,” kata Joko Widodo.
Seorang buyer dari Prancis bernama Bernard kesulitan membedakan namanya, Joko Widodo, dengan Joko yang lain. “Kenapa begitu banyak nama Joko di daerahmu? Saya sering bingung. Saya menyebut kamu Jokowi saja agar memudahkan saya membedakanmu dengan Joko yang lain,” kata Bernard tertawa.
Joko Widodo tak keberatan. Sejak itu, nama Jokowi mulai eksis. Dalam pergaulan pengusaha mebel, orang-orang memanggilnya Jokowi. Begitu pula setelah dia menjadi presiden.
Sumber: Historia
Editor: Tokohkita