Ini Dia Bupati Paling Singkat Menjabat
Sunjaya bukan kepala daerah pertama dengan masa jabatan yang singkat. Tahun lalu, tepatnya pada 25 September 2018, hal serupa terjadi di Tulungagung, Jawa Timur. Ketika itu, Syahri Mulyo dilantik sebagai bupati dan langsung dicopot karena statusnya masih menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TOKOHKITA. Sunjaya Purwadisastra sepertinya menjadi bupati periode 2019-2024 dengan masa jabatan tersingkat. Ia dilantik oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, di Gedung Sate pada Jumat (17/5/2019) pagi. Lantas, menurut hitungan wartawan Antaranews yang hadir di sana, ia diberhentikan 15 menit kemudian.
Sunjaya memperoleh suara terbanyak pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 di Cirebon dan ditetapkan sebagai pemenang pada 10 Agustus. Ia pun bakal menjalani periode keduanya sebagai pemimpin kabupaten tersebut bersama wakilnya, Imron Rosyadi.
Namun, pada 24 Oktober 2018, lelaki berusia 53 tahun itu, bersama Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto, ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pendopo Kabupaten Cirebon.
Keduanya menjadi tersangka kasus suap mutasi alias jual-beli jabatan, proyek, dan perizinan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Tahun Anggaran 2018. Sunjaya pun menjadi kepala daerah ke-100 yang diciduk dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK sejak 2004.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itupun harus melewati waktu di Rumah Tahanan (Rutan) Kebon Waru sembari menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung. Meski telah menjadi tersangka, Sunjaya harus tetap dilantik. Hal itu diatur dalam Undang-Undang No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Pasal 164 ayat (7) UU tersebut menyatakan, "Dalam hal calon Bupati/Walikota dan/atau calon Wakil Bupati/Wakil Walikota terpilih ditetapkan menjadi terdakwa pada saat pelantikan, yang bersangkutan tetap dilantik menjadi Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota, kemudian saat itu juga diberhentikan sementara sebagai Bupati/Walikota dan/atau Wakil Bupati/Wakil Walikota."
Ridwan Kamil memutuskan pelantikan Sunjaya dilakukan di Gedung Sate. Biasanya pelantikan kepala daerah yang menjadi tersangka atau terdakwa dilakukan di rumah tahanan tempat ia ditahan.
Kepala Biro Pemerintahan dan Kerja Sama Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jabar Dani Ramdan menjelaskan alasan dipilihnya Gedung Sate karena letaknya tidak terlalu jauh dari Rutan Kebon Waru. Mereka juga telah berkonsultasi dengan majelis hakim Pengadilan Tipikor dan Jaksa Penuntut Umum.
Gubernur Jabar, dikutip CNN Indonesia, berkata bahwa seharusnya pelatikan tersebut dilaksanakan pada 19 Maret 2019, ketika masa jabatan Bupati Cirebon 2014-2019 berakhir. Tetapi, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pelantikan itu ditunda hingga Pemilihan Umum 2019 berakhir, untuk menjaga situasi kondusif.
Kemendagri menunjuk Imron Rosyadi sebagai pelaksana tugas (plt) bupati Cirebon. Ridwan segera melantik Imron pada hari yang sama. Jika nanti Sunjaya terbukti bersalah dan keputusannya telah inkrah, Imron bakal menjadi bupati definitif. "Saya titip warga Cirebon untuk mendukung plt yang kalau inkrah jadi bupati definitif, fokus ke masa depan," kata Ridwan Kamil, dikutip Pikiran Rakyat.
Masa depan yang dimaksud sang Gubernur adalah proyeksi pembangunan Cirebon, Patimban, dan Kertajati, atau disebut Segitiga Rebana, menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) terbesar di Indonesia. "Saya doakan Pak Imron selalu mengambil keputusan yang menyelesaikan masalah. Keputusan itu yang jadi wibawa pemimpin. Hati-hati dengan bisikan. Saya titip, kekuasaan hanya alat bukan tujuan akhir," tutur Ridwan.
Imron menyatakan siap untuk merajut kembali hubungan baik dengan masyarakat Cirebon dan melaksanakan tugas sebagai plt bupati. Soal siapa yang akan dipilih mengisi jabatan wakil bupati, ia menyerahkannya kepada internal PDIP.
"Saya sudah melaporkan ke partai. Soal siapa, itu urusan partai. Saya hanya meminta figure cawabup nanti yang bisa seirama dan senafas dengan saya supaya saat menjalankan roda pemerintahan bisa berjalan lancar,” tuturnya sebelum pelantikan.
Sunjaya bukan kepala daerah pertama dengan masa jabatan yang singkat. Tahun lalu, tepatnya pada 25 September 2018, hal serupa terjadi di Tulungagung, Jawa Timur. Ketika itu, Syahri Mulyo dilantik sebagai bupati dan langsung dicopot karena statusnya masih menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala daerah perempuan
Dari penelusuran Lokadata Beritagar, terdapat 63 bupati, 24 walikota, 14 gubernur, tiga wakil bupati dan satu wakil walikota yang ditangkap KPK dari periode 2004 hingga 2019. Nah, dari sekian kepala daerah yang tersangkut kasus pidana, diantaranya kepala daerah perempuan.
Dalam catatan Wartakotalive.com, setidaknya ada tujuh kepala daerah perempuan yang ditangkap KPK sejak 2016 yang dirangkum dari sejumlah sumber. Sebagian besar para pejabat itu berpenampilan cantik. Bahkan ada salah satu pejabat yang ketika masih mahasiswa terlivat video syur di Kota Bandung, Jawa Barat.
Ini daftar kepala daerah perempuan ditangkap KPK.
1. Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija
Wali Kota Cimahi Atty Suharti Tochija dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemkot Cimahi, Jawa Barat, ditangkap KPK pada Kamis (1/12/2016) malam. Atty Suharti Tochija sempat diperiksa KPK di Markas Polda Jawa Barat sebelum dibawa ke Jakarta.
Atty Suharti dan suaminya, Itoc Tochija, terbukti korupsi dalam proyek pembangunan Pasar Atas Cimahi.Atty Suharti divonis empat tahun penjara, sedangkan suaminya, Itoc, divonis tujuh tahun penjara. Keduanya diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Jabar, Rabu (30/8/2017).
2. Bupati Klaten Sri Hartini
Bupati Klaten Sri Hartini ditangkap KPK bersama 4 orang PNS dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT).Penyidik KPK mengamankan uang senilai Rp 2 miliar terkait dugaan promosi jabatan di lingkungan Pemkab Klaten, Jawa Tengah. Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (30/12/2016) mengatakan, Sri Hartini ditangkap bersama 8 orang yang terdiri atas 1 penyelenggara negara, 4 PNS, dan 3 non PNS.Uang yang diamankan dalam OTT tersebut adalah Rp 2 miliar dan USD 100 yang disimpan dalam 2 kardus.
3. Wali Kota Tegal Siti Masitha
Wali Kota Tegal, Jawa Tengah, Siti Masitha, terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (29/8/2017). Siti Masitha ditangkap KPK diduga karena menerima Informasi tentang Wali Kota Tegal ditangkap KPK ini dibenarkan oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. "Barusan saya dapat laporan dan sudah dibawa ke Jakarta," kata Ganjar saat diminta konfirmasi seusai acara KPU Jateng di Semarang, Selasa (29/8/2017), seperti ditulis Kompas.com.
Ganjar mengatakan, Jateng bukan wilayah yang bebas dari korupsi. Oleh karena itu, pihaknya mengingatkan pemerintah kabupaten dan kota agar selalu berhati-hati dan menjauhi perilaku korupsi."Saya sedih betul, Jateng kembali kena OTT," kata Ganjar.
Siti diduga menerima suap Rp 5,1 miliar. Uang suap itu diduga untuk ongkos politik Siti yang berniat mencalonkan diri sebagai wali kota Tegal untuk periode 2019-2024. Uang suap itu disebut dikumpulkan bersama Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung, dalam tujuh bulan terakhir. Uang suap itu disebut dikumpulkan bersama Ketua DPD Partai Nasdem Brebes Amir Mirza Hutagalung, dalam tujuh bulan terakhir.
4. Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Kutai Kertanegara ( Kukar) Rita Widyasari sebagai tersangka. Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017). "Ibu Rita Widyasari itu ditetapkan sebagai tersangka betul, tapi bukan OTT (operasi tangkap tangan)," ujar Laode seperti ditulis Kompas.com.
Laode mengatakan, penetapan tersangka Rita Widyasari tersebut dilakukan melalui pengembangan penyelidikan yang dilakukan KPK. Ia juga membenarkan adanya penggeledahan di kantor Rita Widyasari. Saat ditanya kasus yang menjerat Rita, Laode enggan menjawab. Ia mengatakan, hal tersebut akan diumumkan dalam konferensi pers dalam waktu dekat. Anak Syaukani Kutai Kartanegara dikenal sebagai kabupatan kaya raya di Kalimantan Timur dan juga di Indonesia.
Rita Widyasari sendiri adalah putri mantan Bupati Kukar Syaukani Hasan Rais (almarhum), terpidana kasus korupsi. Rita Widyasari juga pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Kutai Kartanegara dan Ketua Partai Golongan Karya setempat.
Pada 14 Desember 2007, Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Bupati Kukar non-aktif saat itu, Syaukani, terbukti menyalahgunakan dana perangsang pungutan sumber daya alam (migas), dana studi kelayakan Bandara Kutai, dana pembangunan Bandara Kutai, dan penyalahgunaan dana pos anggaran kesejahteraan masyarakat.
Sepanjang 2001-2005, Syaukani berhasil meraup dana sebesar Rp 93,204 miliar. Pengadilan Tipikor mengganjarnya dengan vonis dua tahun enam bulan penjara. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor. Saat kasasi di Mahkamah Agung (MA), hukuman diperberat menjadi enam tahun penjara.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Keppres pada 15 Agustus 2010 tentang Pemberian Pengampunan atau Grasi kepada Syaukani Hassan Rais. Dengan surat grasi tersebut, Syaukani bisa langsung bebas karena vonis enam tahunnya dipotong menjadi tiga tahun, dan yang bersangkutan telah menjalani hukuman lebih dari tiga tahun.
5. Bupati Subang Imas Aryumningsih
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Subang Imas Aryumningsih sebagai tersangka kasus suap terkait pengurusan perizinan di lingkungan Pemkab Subang. Selain Imas, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Kabid Perizinan DPM PTSP Pemkab Subang, Asep Santika (ASP), pihak swasta Data (D) dan pengusaha bernama Miftahhudin (MTH).
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, kasus ini berawal dari informasi masyarakat dan ditindaklanjuti dengan serangkaian penyelidikan. Pada Selasa (13/2/2018) sekitar pukul 18.30 WIB, tim KPK bergerak ke rest area Cileunyi, Bandung dan mengamankan Data.
Dari tangan Data, tim KPK mengamankan uang senilai Rp 62.278.000. Tim KPK lainnya kemudian menangkap Miftahhudin di Subang sekitar pukul 19.00 WIB. "Tim lainnya bergerak ke rumah dinas Bupati Subang dan mengamankan IA sekitar pukul 20.00 WIB bersama dua orang ajudan dan seorang sopir," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (14/2/2018) seperti ditulis Kompas.com.
Setelah itu, tim KPK mengamankan Kabid Perizinan DPM PTSP Pemkab Subang, Asep Santika dan Kasie Pelayanan Perizinan DPM PTSP Pemkab Subang, Sutiana, di kediaman masing-masing pada Rabu dini hari pukul 01.30 WIB dan pukul 02.00 WIB.
Dari tangan Asep, tim KPK mengamankan uang Rp 225.050.000 dan dari tangan Sutiana diamankan uang Rp 50.000.000. Total barang bukti uang yang disita pada kasus ini, yakni Rp 337.328.000 berserta dokumen bukti penyerahan uang. Dari delapan orang tersebut, KPK menetapkan empat orang di antaranya sebagai tersangka, yakni Imas, Data, Miftahhudin dan Asep.
Miftahhudin diduga memberikan suap untuk Imas, Asep dan Data untuk mendapatkan izin prinsip untuk membuat pabrik atau tempat usaha di Subang. Pemberian suap dilakukan melalui orang-orang dekat Imas yang bertindak sebagai pengumpul dana. Diduga, Bupati dan dua penerima lainnya telah menerima suap yang total nilainya Rp 1,4 miliar.Adapun komitmen fee antara perantara suap dengan pengusaha sebesar Rp 4,5 miliar. Sementara komitmen fee antara Imas dengan perantara suap sebesar Rp 1,5 miliar.
KPK menduga, Imas hendak menggunakan sebagian uang suap yang diterima sebagai ongkos kampanye untuk mencalonkan diri kembali sebagai Bupati Subang. Selain uang, Imas juga menerima fasilitas terkait pencalonannya tersebut antara lain berupa pemasangan baliho dan sewa kendaraan berupa mobil Toyota Alphard untuk kebutuhan kampanye.
6. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah
Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat (20/12/2013). Ratu Atut dinyatakan secara bersama-sama atau turut serta dengan tersangka yang sudah ditetapkan terlebih dulu yaitu adiknya Tubagus Chaeri Wardana dalam kasus penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.
Atut Chosiyah divonis 5,5 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/7/2017). Atut juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Atut terbukti merugikan negara sebesar Rp 79,7 miliar dalam pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten. Ia dinilai telah memperkaya diri sendiri dan orang lain.
Atut terbukti melakukan pengaturan dalam proses pengusulan anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Banten pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2012, dan APBD Perubahan 2012.
7. Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip
Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK OTT Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip, Selasa (30/4/2019), 11.20 Wita. Diketahui, kasus dugaan korupsi Bupati Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip, mengenai kasus korupsi dana APBD Pemkab Talaud.
Dalam lokasi penangkapan paksa Sri Wahyumi Maria Manalip, yaitu di Bandara Sam Ratulangi Manado, Sulawesi Utara. WartaKotaLive melansir TribunJateng, Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip, dikabarkan kena operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (30/4/2019) di kantornya pada pukul 11.20 Wita.
Wakil Ketua I Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Kabupaten Kepulauan Talaud, Jimmy Tindi mengakui adanya penangkapan ketua DPC Hanura tersebut. "Ibu bupati, ditangkap saat hendak bersiap melakukan kunjungi kerja ke Pulau Salibabu di Desa Kecamatan Salibabu Kecamatan Kabupaten Kepulauan?," ujar Jimmy Tindi saat diwawancarai wartawan di Bandara Sam Ratulangi Manado, Selasa (30/4/2019).
DPC Partai Hanura menghormati dan mengikuti proses hukum yang dilakukan KPK, yang berlangsung Selasa hari ini sebanyak lima orang personel KPK dibantu petugas Brimob.Dia menyebut Sri Wahyumi sudah tiba di bandara Sam Ratulangi Manado pada Selasa pukul 13.00 Wita dan sedang menunggu keberangkatan ke Jakarta.
Editor: Tokohkita