Wayan Supadno
Hilirisasi Inovasi, Masalah Serius Indonesia
Andaikan sawit dibuat pola sama dengan komoditas lainnya yaitu petani dapat benih inovasi gratisan dari Kementan, misal 50 juta butir/tahun. Maka kesenjangan provitas antara petani dan perusahaan akan berkurang di masa depan. Petani jauh lebih sejahtera karena inovatif.
Saya selaku petani tidak perlu munafik, saya apresiasi dan berterima kasih bahwa selama 2 tahun terakhir Kementan telah melakukan proses hilirisasi hasil inovasi dari Balitbangtan (Puslit) Kementan. Memang harus begitu. Puluhan juta benih legal inovasi telah dibagikan secara gratis ke petani seperti kelapa genjah, lada, jeruk, karet dan lainnya.
Utamanya tanaman keras, jika salah bibit dampaknya sangat serius, bagai terjebak dalam derita puluhan tahun lamanya. Produktivitasnya jauh beda. Biaya rutinnya seperti pupuk dan lainnya hampir sama. Menunggunya bertahun-tahun, setelah berbuah tidak sesuai harapan. Sehingga perlu ada upaya khusus lebih membumi lagi.
Misal sawit, 4 desa di sekitaran Kota Pangkalanbun tiada satupun saya kenal petani dapat bantuan gratis benih sawit asli inonasi, padahal ribuan hektar. Banyak yang beli sendiri ilegal (asal asalan/mariles = mari leles /bukan Marihat Medan). Begitu juga di berbagai daerah di Indonesia ini. Bahkan mau beli yang asli prosedurnya banyak petani yang tidak tahu caranya dan tidak berani. Fakta lapangan.
Dampaknya, di petani disampaikan oleh Bp Presiden Jokowi beberapa kali hasilnya hanya 3 ton CPO/ha/tahun. Padahal di perusahaan besar beda jauh, misal PT Sinar Mas Group berani mengklaim hasilnya 9 ton CPO/ha/tahun. Dampaknya gini rasio makin naik tajam. Padahal Indonesia punya 16 lembaga penghasil benih asli inovasi. Prediksi saya total kapasitas tak kurang dari 200 juta butir benih/tahunnya.
Khusus Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan kapasitas produksinya 50 juta/tahun dengan kemampuan jual hanya sekitar 30 juta butir/tahun. Data ini saya dapat saat 2 tahun lalu saya jadi Narasumber di PPKS saat Rakornis. Dengan harga sekitar Rp 7.000/butir artinya hanya sekitar Rp 350 milyar/tahun.
Andaikan sawit dibuat pola sama dengan komoditas lainnya yaitu petani dapat benih inovasi gratisan dari Kementan, misal 50 juta butir/tahun. Maka kesenjangan provitas antara petani dan perusahaan akan berkurang di masa depan. Petani jauh lebih sejahtera karena inovatif.
Dengan segala kerendahan hati, saya menaruh rasa hormat yang tinggi kepada PT Astra Agro Lestari, Tbk. (PT AAL) Pangkalanbun. Selama ini mau menjembatani hilirisasi inovasi benih dari PPKS Medan ke Petani. Pihak PT AAL juga memberikan jaminan semua panenan akan ditampung di pabriknya. Hem, sungguh edukatif publik.
Saya pribadi merasa terpanggil, lima tahun terakhir ikut serta menangkarkan untuk masyarakat. Secara berkala rutin dan pihak PT AAL juga slalu mengontrolnya. Pola ini sangat produktif. Saya saja sudah 230.000 butir kecambah. Bila ada 10.000 petani penangkar inovatif di seluruh NKRI ini maka inovasi ternikmati petani.
Apalagi jika 50 juta butir gratis untuk petani pasti akan mendongkrak kesejahteraan petani ke depannya. Pemakaian benih ilegal terhindarkan. Semoga ini bermanfafat jadi bahan kajian lanjutan atas dasar fakta lapangan.
*Praktisi Pertanian
Editor: Tokohkita