Ena Nurjanah, Ketua LPA Generasi
Pekerja Anak, dari Berjualan di Lampu Lalulintas hingga Atraksi Ondel Ondel
ILO meluncurkan Hari Anti Pekerja Anak Sedunia pada tahun 2002 untuk memusatkan perhatian pada tingkat global pekerja anak dan tindakan dan upaya yang diperlukan untuk menghilangkannya.
TOKOHKITA. Keberadaan pekerja anak merupakan kondisi terburuk dari pengabaian akan hak anak. oLeh karena itu seluruh dunia menentangnya dan menjadikan tanggal 12 Juni sebagai hari stop pekerja anak dunia. Organisasi Buruh Internasional atau International Labour Organisation (ILO) meluncurkan Hari Anti Pekerja Anak Sedunia pada tahun 2002 untuk memusatkan perhatian pada tingkat global pekerja anak dan tindakan dan upaya yang diperlukan untuk menghilangkannya.
Pemerintahan Indonesia pun mencanangkan bulan Juni sebagai bulan kampanye menentang pekerja anak.Pemerintah Indonesia berupaya menentang adanya pekerja anak melalui berbagai peraturan, diantaranya adalah Undang-Undang No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan.Kemudian pemerintah menindaklanjutinya dengan membuat program menghapus pekerja anak, yaitu melalui program zona bebas pekerja anak (ZAPA) dan kegiatan Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (PPA-PKH).
Ena Nurjanah, Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Generasi mengatakan, permasalahan pekerja anak sesungguhnya menjadi pekerjaan lintas sektoral dari berbagai instansi maupun pemerintahan pusat dan daerah. Di satu sisi kondisi ini menguntungkan, karena semakin banyak pihak yang terlibat maka penanganan pekerja anak akan semakin cepat teratasi. Karena adanya kesamaan visi dalam penyelesaian pekerja anak sehingga memudahkan untuk saling berkoordinasi.
Namun, kondisi ini juga bisa menjadi satu kelemahan karena masing-masing pihak saling mengandalkan yang lain dalam melakukan penanganan pekerja anak. "Merasa pihak yang satu lebih bertanggung jawab atau masing-masing menganggap sudah ada yang melakukannya, yang berdampak pada masalah pekerja anak justru terabaikan begitu saja. Pada akhirnya, target tahun 2022 Indonesia bebas pekerja anak hanya utopia belaka," katanya kepada Tokohkita, Kamis (13/6/2019).
Menurut Ena, kondisi yang patut disoroti dari hari stop pekerja anak saat ini, terutama ditemui di daerah pinggiran dan kota-kota penyangga Jakarta, termasuk wilayah Depok adalah masih banyak anak-anak yang turun ke jalan untuk menjajakan dagangan mereka di banyak perhentian lampu lalu-lintas. "Mereka tidak lagi sekadar hanya meminta-minta tetapi mereka berjualan," ungkapnya.
Hal lain yang juga patut dicermati adalah hampir setahun belakangan ini, semakin marak keberadaan atraksi ondel-ondel yang dilakukan oleh anak-anak untuk mendapatkan uang. Kota Jakarta telah menetapkan peraturan larangan ketat mengenai keberadaan para peminta-minta termasuk atraksi ondel-ondel ini.
Dampaknya saat ini, mereka beralih ke wilayah Depok dan sekitar pinggiran Jakarta dan wilayah penyangga Jakarta. Hampir setiap hari ondel-ondel yang di arak oleh anak-anak ini berjalan di sepanjang jalan raya. Mereka dengan sangat berani berjalan melewati kendaraan di jalan-jalan raya dan menyodorkan kaleng ke pintu-pintu mobil untuk meminta uang.
Padahal, jelas-jelas hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak anak, membiarkan anak-anak menjadi pekerja anak dengan kondisi yang membahayakan keselamatannya. "Karena tidak terlihat penanganan serius terhadap keberadaan ondel-ondel yang sebagian dilakukan oleh anak-anak ini, sehingga keberadaannya pun justru semakin banyak." sebut Ena.
Sebab itu, LPA Generasi meminta agar peran pemerintah seharusnya sangat jelas dan tanggap terhadap keberadaan para pekerja anak ini. "Koordinasi lintas sektor dan lintas pemerintahan harus kembali terbangun demi pemenuhan hak-hak anak, yaitu terbebas dari dunia pekerja anak," tukas Ena yang sempat berkiprah di Satgas Perlindungan Anak dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Depok.
Editor: Tokohkita