Festivas LESPATI #2: Memelihara Situ, Menjaga Ruang Hidup
Komunitas Lespati ingin mengembalikan kelestarian Situ Patinggi seperti dahulu, dimana burung-burung berkicau merdu-merayu kekasihnya.
TOKOHKITA. Dua burung merpati memadu kasih, begitulah lambang dari Komunitas Lestari Situ Patinggi (Lespati) Kota Depok. Ilustrasi dua burung merpati tersebut merupakan harapan dari para pengiat dan pecinta lingkungan hidup agar tercipta situasi yang mana ekosistem lestari, nyaman, dan sejuk. Ada tumbuh subur pohon-pohon nan rindang, udara segar dan mata air yang terjaga, serta area resapan terlindungi.
"Komunitas Lespati ingin mengembalikan kelestarian Situ Patinggi seperti dahulu, dimana burung-burung berkicau merdu-merayu kekasihnya," tutur Ketua Komunitas Lespati Kota Depok Tora Kundera kepada Tokohkita, Minggu (28/7/2019). Komunitas ini berdiri pada 22 Januari 2018 oleh beberapa aktivis, jurnalis, dan seniman.
Pastinya, Komunitas Lespati berdiri karena rasa keprihatinan atas kondisi Situ Patinggi yang belum diketahui oleh Pemerintah Depok juga masyarakat luas. "Nyaris hilang sedikit demi sedikit," ungkap Tora.
Ia menjelaskan, berdasarkan penelusuran sejarah oleh beberapa aktivis dan jurnalis, akhirnya didapat kepastian bahwa Situ Patinggi yang berada di tepi Jalan Boulevard, Tapos, Cimanggis adalah milik masyarakat. "Sejak itulah, akhirnya kami mendirikan Komunitas Lespati untuk menjaga dan melestarikan Situ Patinggi yang tersisa," kata Tora bercerita.
Lewat gerakan budaya bersama kawan-kawan seniman Depok, Tora bilang, pihaknya membuat acara bernama Festival Lespati secara rutin untuk mempopulerkan Situ Patinggi kepada masyarakat luas. Harapannya, ketika sudah populer akan ada perhatian dari pemerintah dan masyarakat umum untuk terus menjaga Situ yang nyaris hilang ini. Program Komunitas Lespati adalah edukasi ecologis, kerja bakti bersih situ, gelar budaya, mancing gratis untuk warga, dan segala kegiatan yang membangkitkan rasa cinta warga pada situ," terang Tora.
Yang terang, dipertahankannya situ atau danau merupakan salah satu cara agar suatu daerah memiliki zona resapan air dan ruang terbuka hijau (RTH). Keberadaan situ juga menjadi penyelamat sebuah kawasan untuk terhindar dari banjir dan bencana alam lainnya. Sayangnya, dalam kondisi aktual jumlah situ terus menyusut, termasuk di Kota Depok. Saat ini jumlah situ yang bisa dijadikan sebagai buffer zone dan RTH berkurang drastis menjadi hanya 23 situ.
Dalam catatan aktivis lingkungan Heri Syaefudin, tadinya situ di Depok ada 34, tapi sekarang tinggal 23 situ. Padahal, luasan situ, bentang air ini bisa menyumbang ruang terbuka hijau. Keberadaan situ juga sebagai cadangan atau kantong air ketika terjadi musim kekeringan yang sedang melanda sebagian wilayah Kota Depok saat ini.
Akibat kurang perhatian dan pengelolaan dari pihak-pihak terkait, keberadaan situ di Depok beralih fungsi, bahkan raib sama sekali. "Yang jelas ada enam situ di Depok yang hilang karena diurug pengembang. Situ Sawangan juga sudah sebagian diurug pengembang," keluh Tora.
Berkaca dari pengalaman tersebut, Komunitas Lespati tergerak untuk menyelamatkan, mempertahankan, menjaga Situ Patinggi dari kerusakan bahkan hilangnya salah satu aset pemerintah dari keserakahan pengembang. Sebab, melihat fungsi situ yang sangat vital bagi daerah resapan air sekaligus untuk pencegahan dan pengendalian bahaya banjir.
Rencananya, Komunitas Lespati akan kembali menggelar Festivas LESPATI #2 bertajuk "Memelihara Situ, Menjaga Ruang Hidup" pada 10 Agustus 2019 di sepadan Situ Patinggi, mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Tora menambahkan, Festival Lespati kedua kali ini akan dihadiri oleh seniman-seniman dari Jabodetabek dan aktivis lingkungan hidup skala nasional. Panitia juga bakal mengundang seniman besar, Iwan Fals selaku warga yang tinggal dekat Situ Patinggi, Tapos. "
Selain pentas seni, ada acara mancing gratis, tanam pohon, ngopi bareng, eco-wisata, dan tentunya aksi bersih situ," pungkas Tora.
Editor: Tokohkita