Mempertanyakan Penyebab dan Cara Penanganan Blow Out Pertamina ONWJ
- Beranda /
- Kabar /
- LINGKUNGAN /
- Selasa, 30 Juli 2019 - 00:03 WIB
Pada Jum’at, 12 Juli 2019, telah terjadi bencana industri di lepas pantai utara Jawa Barat, yaitu kejadian blow out (semburan liar bawah laut) yang diakibatkan oleh kegiatan pengeboran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ).
TOKOHKITA. KIARA dan JATAM Nasional memberikan teguran keras pada Pemerintah dan Pertamina atas kelalaian dalam pengendalian kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas di Indonesia, yang kali ini terjadi kembali. Pada Jum’at, 12 Juli 2019, telah terjadi bencana industri di lepas pantai utara Jawa Barat, yaitu kejadian blow out (semburan liar bawah laut) yang diakibatkan oleh kegiatan pengeboran minyak bumi oleh Pertamina Hulu Energi (PHE), Offshore North West Java (ONWJ).
Kami mencatat beberapa hal yang sangat ganjil dalam kasus YYA-1 Pertamina ONWJ sejak tanggal 12 Juli 2019 sampai hari ini, yaitu sebagai berikut: Petama, gagal menegakkan batas-batas wilayah berbahaya bagi warga, di daratan maupun perairan yang terdekat dari Anjungan YYA-1 Pertamina. Kedua, gagal memperkecil risiko keselamatan warga sekitar akibat keterpaparan pada Tar Balls (gumpalan minyak mentah), udara tercemar, dan konsumsi biota laut dari wilayah disekitar anjungan YYA-1 Pertamina.
Ketiga, gagal mengevakuasi warga dari desa-desa terdekat, dengan akibat bahwa sampai dengan hari keempat belas setelah terjadinya semburan liar, warga harus bertahan 24 Jam sehari dalam keadaan sakit kepala, sesak nafas, gatal-gatal, kulit terasa panas, dsb., yang merupakan gejala ikutan dari keterpaparan terhadap zat-zat berbahaya terutama di udara.
Keempat, alih-alih melakukan tindakan penanggulangan secara profesional dengan kontraktor berpengalaman dan punya lisensi untuk mengatasi kasus semacam itu, pihak operator dan regulator melakukan mobilisasi warga untuk melakukan pengumpulan minyak mentah tanpa memenuhi syarat keselamatan manusia.
Mengingat bahwa bencana tersebut belum teratasi sumbernya, dan setiap hari atau 24 jam sehari warga terdekat terus terpapar pada udara, air dan besar kemungkinan sumber-sumber protein hewani dari daratan dan perairan pesisir yang tercemar, maka KIARA dan JATAM Nasional mendesak Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengambil langkah-langkah darurat yang meskipun terlambat tapi harus dilakukan.
Tindakan –tindakan yang bersifat darurat dan harus dipantau secara bersama oleh publik termasuk langkah-langkah sebagai berikut:
a. Harus ada pemeriksaan udara ambien selama 24 jam (ambien atmosphere monitoring) di wilayah pesisir padat huni yang terdekat/terdampak dari Anjungan YYA-1 Pertamina.
b. Harus ada pemeriksaan kadar kandungan hidrokarbon di berbagai kedalaman terutama di wilayah tangkap nelayan tradisional.
c. Harus dilakukan tindakan untuk mengamankan warga di wilayah pesisir padat huni yang terdekat/terdampak dengan anjungan YYA-1 Pertamina dari keterpaparan lebih lanjut akibat bencana industri ini, termasuk kemungkinan evakuasi besar-besaran terutama untuk kelompok paling rentan termasuk bayi, anak-anak, perempuan dan warga lansia.
d. Segera mungkin dibentuk Posko Kesehatan di lapangan dengan prosedur pemeriksaan yang bisa dipertanggungjawabkan untuk memeriksa gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh keterpaparan pada zat-zat berbahaya, termasuk ada tidaknya senyawa kimia berbahaya (PAH-Polycyclic Aromatic Hydrocarbons) yang secara umum biasa ditemukan dalam daur hidup ekstraksi sampai dengan konsumsi produk hidrokarbon.
e. Pertamina harus membuka kepada publik, buku log kegiatan harian dari pengeboran di Anjungan YYA-1 Pertamina sampai dengan saat terjadinya blow out. Di samping itu Pertamina harus melaporkan kepada publik rekaman harian setidaknya sejak 12 Juli 2019 tentang :
1) Perluasan wilayah cemaran dipermukaan air.
2) Taksiran volume semburan minyak mentah bawah laut per hari sejak tanggal 12 Juli 2019.
3) Peta kandungan hidrokarbon diberbagai kedalaman wilayah tangkapan nelayan tradisional.
4) Kandungan hidrokarbon pada tangkapan ikan maupun jenis-jenis tangkapan lain di semua TPI yang menerima ikan tangkapan dari wilayah cemaran.
5) Mengingat bahwa wilayah daratan pesisir yang terdekat dari titik anjungan YYA-1 Pertamina juga merupakan wilayah aquakultur (Pertambakan) penduduk, juga harus diperiksa ada tidaknya kandungan hidrokarbon pada ternak ikan di wilayah pertambakan.
6) Rekaman yang terus menerus diperbaharui tersebut secepat mungkin harus bisa diakses oleh publik dengan cara yang mudah, termasuk lewat kerja sama dengan media.
Publik berhak mengetahui seluruh informasi tertulis yang harus bisa diakses, untuk mengetahui dan memantau seluruh aktivitas yang telah, sedang dan akan dilakukan oleh segenap badan-badan pemerintah dan perusahaan untuk menghentikan sumber pencemaran, mengatasi akibat-akibat pencemaran sejak tanggal 12 Juli 2019, termasuk penyediaan dana yang cukup untuk menanggung seluruh biaya pemeriksaan dan penanganan gangguan kesehatan dari warga akibat blow out.
Mendesak pemerintah membentuk Tim Investigasi Independen untuk menyelidiki penyebab blow out di anjungan YYA-1 pada saat pengeboran minyak Pertamina Offshore North West Java (ONWJ) pada 12 Juli 2019. Perumusan komposisi anggota tim harus memenuhi syarat-syarat independensi yang menjamin transparansi sepenuhnya dalam investigasi mulai dari pengumpulan data, pelaporan data dan informasi kunci yang harus dilaporkan kepada publik.
Mengingat besarnya jumlah kegiatan serupa dengan risiko bencana yang setara atau lebih berat, pemerintah sesegera mungkin harus merumuskan dan menerapkan protokol baru yang mengatur secara lebih ketat, seluruh rangkaian proses eksplorasi dan eksploitasi mulai dari pencegahan kemungkinan blow out, dan/atau penumpahan minyak mentah ke perairan/daratan pesisir, sampai dengan penanggulangan terpadu dari pihak kontraktor dan pengawas kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas.
Pelibatan warga desa/nelayan di desa-desa terdekat dari kejadian bencana industri dari kasus Blow out anjungan YYA-1 Pertamina, tanpa perlengkapan yang bisa dipertanggungjawabkan dari sisi medis, serta diabaikannya syarat-syarat keselamatan nelayan yang dimobilisasi untuk mengumpulkan ceceran minyak mentah dengan tangan telanjang selama berhari-hari adalah bersifat menambah masalah baru yang sangat sulit untuk dipertanggungjawabkan.
Selain itu juga memastikan pemeriksaan kesehatan dan evakuasi untuk anak dan perempuan yang merupakan kelompok rentan atas gangguan kesehatan yang diduga diakibatkan dari dampak pencemaran udara dan air (laut), akibat peristiwa ini.
Kami mempertanyakan ada tidaknya sebuah sistem inspeksi untuk memantau dan mengambil keputusan cepat dalam keadaan darurat, dibalik kasus anjungan YYA-1 Pertamina.
Informasi tambahan:
Dari pemeriksaan cepat yang dilakukan oleh KIARA dan JATAM dilapangan terdapat 10 Kecamatan yang langsung terdampak, 8 Kecamatan dampaknya mulai dari Perairan hingga mencapai daratan pesisir, yaitu: Kecamatan Tempuran, Kecamatan Cilebar, Kecamatan Pedes, Kecamatan Cibuaya, Kecamatan Tirta Jaya, Kecamatan Batu Jaya, Kecamatan Pakis Jaya, Kecamatan Muara Gembong dan 2 Kecamatan yang dampaknya masih di kawasan perairan, yakni Kecamatan Cilamaya Kulon dan Kecamatan Cilamaya Wetan. Diprediksi luasan pencemaran masih akan bertambah karena terdapat sedikitnya 20 Kecamatan yang kawasan pesisir dan perairannya tercakup dalam konsesi wilayah kerja blok migas Pertamina ONWJ, bahkan tidak menutup kemungkinan akan meluas sampai ke Kabupaten Indramayu hingga Provinsi DKI Jakarta karena Pertamina ONWJ memiliki wilayah operasi yang berada di administrasi 4 Kabupaten yang berada di 2 Provinsi, yaitu Kabupaten Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Indramayu (Jawa Barat).
PT Pertamina Hulu Energi ONWJ adalah anak perusahaan PT. Pertamina Persero, pada awal pendirian wilayah kerja (WK) dikelola oleh Atlantic Richfield Indonesia (ARCO), pada tahun 2000 pengoperasiannya beralih pada BP West Java, sejak tahun 2009 hingga saat ini WK dioperasikan oleh Pertamina ONWJ. Dengan produksi minyak tercatat tahun 2015 40 MBOPD (40.000 Barel minyak per/hari) dan memproduksi gas alam 178 MMSCFD (19,7 juta m3). Pada tahun 2015 produksi minyak Pertamina ONWJ berada di posisi nomor 5 produksi minyak nasional dan 10 produksi gas nasional dengan wilayah kerja sekarang seluas 8.279 km2. Pertamina ONWJ memiliki 11 Stasiun dengan 37 anjungan (Platform) dan lebih dari 150 anjungan NUI (Normally unmanned installation) atau instalasi yang tidak dijaga manusia. Sekitar 700 sumur aktif dengan 375 pipa bawah laut sepanjang 1.600 km. pada tahun 2017 diberikan saham partisipasi (participating interest) kepada PT. Migas Hulu Jabar (BUMD Provinsi Jawa Barat).
Pertamina ONWJ adalah kontrak pertama dari 36 kontrak dengan skema Gross Split yang meninggalkan skema Cost Recovery yang selalu dipromosikan oleh Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar dengan pembagian keuntungan 57 : 43 bagi pemerintah dan operator.
Instalasi anjungan YYA Pertamina Hulu Energi ONWJ diduga dirakit dan dipabrikasi oleh PT. Meindo Elang Indah di Handil 1 Fabrication Yard di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Anjungan ini diberangkatkan (sail away) menuju lepas pantai utara jawa barat pada senin, 25 maret 2019 dengan perjalanan yang memakan waktu 10 hari sampai di lokasi.
Dari data BPS Kabupaten Karawang Tahun 2017 terdapat 1.940 Keluarga Nelayan Tangkap dan 5.738 Nelayan Budidaya di 10 Kecamatan terdampak blow out YYA-1 Pertamina ONWJ, jumlah tersebut belum ditambah Nelayan Tangkap dan Nelayan Budidaya di Kabupaten Bekasi dan Nelayan disekitar Kepulauan seribu DKI Jakarta.
Narahubung :
Susan Herawati (Sekjend KIARA) – 0821 1172 7050
Merah Johansyah (Koordinator JATAM Nasional) – 0813 4788 2228
Editor: Tokohkita