Pelantikan Jokowi
Dulu Diarak Kereta Kencana, Kini Dikawal Ketat Aparat
Pada 2014 lalu, seusai prosesi pelantikan, Jokowi-JK disambut oleh masyarakat yang sudah mempersiapkan kirab budaya. Kedua, Jokowi-JK tidak langsung menuju Istana, tetapi menuju Bundaran HI untuk menemui masyarakat.
TOKOHKITA. Tepat hari ini lima tahun lalu, Presiden Joko Widodo dilantik sebagai Presiden RI 2014-2019. Hari ini, Minggu (20/9/2019), Jokowi kembali dilantik sebagai Presiden RI 2019-2024. Namun, ada perbedaan mencolok dalam dua momen pelantikan itu.
Pada 2014 lalu, seusai prosesi pelantikan, Jokowi-JK disambut oleh masyarakat yang sudah mempersiapkan kirab budaya. Kedua, Jokowi-JK tidak langsung menuju Istana, tetapi menuju Bundaran HI untuk menemui masyarakat.
Dari Bundaran HI, Jokowi diarak dengan kereta kencana menuju Monas. Di bagian selatan Monas, sudah dibangun panggung untuk keduanya menyapa rakyat yang sudah berkumpul. Di tempat itu, Jokowi menyampaikan pidato keduanya sebagai presiden didampingi oleh Jusuf Kalla.
Setelah itu, baru lah Jokowi-JK menuju Istana Negara. Warga yang berkumpul di Monas kemudian dihibur oleh berbagai pertunjukan seni hingga jajanan gratis. Kondisi berbeda terjadi hari ini. Sejak pagi buta sebelum pelantikan, jalanan di sekitar Istana dan gedung DPR/MPR sudah ditutup. Sedikitnya 30.000 personel TNI/Polri dikerahkan untuk memastikan jalannya pelantikan. Jumlah itu bertambah ketimbang pelantikan 2014 yang hanya 24.000 personil.
Usai pelantikan, Jokowi-Ma'ruf langsung menuju Istana. Tak ada acara arak-arakan dan pesta rakyat seperti lima tahun lalu meski sejumlah relawan Jokowi memang memadati kawasan Monas, depan Istana. Relawan dan pendukung sebenarnya sudah menyiapkan karnaval budaya untuk merayakan pelantikan Jokowi-Ma'ruf hari ini. Namun acara itu dibatalkan karena permintaan Jokowi sendiri.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Jokowi ingin acara pelantikannya berlangsung khidmat dan tidak digelar secara berlebihan. Moeldoko membantah bahwa permintaan Jokowi untuk membatalkan karnaval ini karena masalah keamanan. Petugas kepolisian melakukan penutupan jalan kawasan kompleks Parlemen jelang pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin di Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019).
"Karena Presiden inginkan, sudah, jalan saja sederhana, tetap khimdat, dan beliau ingin segera bekerja," kata Moeldoko seperti ditulis Kompas.com.
Hal itu diamini oleh Jokowi sendiri. Sebelum berangkat ke acara pelantikan hari ini, Jokowi menyebut dirinya sengaja meminta tak ada arak-arakan agar ia dan Ma'ruf langsung fokus bekerja. "Ya karena ini sudah yang kedua. Yang paling penting saya kira setelah pelantikan yang paling penting kita kerja bersama. Kerja bersama-sama membawa negara ini pada sebuah Indonesia maju," kata dia.
Berlebihan
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut bahwa pengamanan yang dilakukan untuk pelantikan Jokowi-Ma'ruf hari ini terlalu berlebihan. Hal itu menimbulkan atmosfer yang berbeda dengan pelantikan 5 tahun lalu. "Potret pelantikan 2014, kita lihat seorang Jokowi diarak dengan kereta kencana oleh ribuan orang. Itu memperlihatkan dirinya sebagai pemimpin yang pro rakyat. Hari ini dia dikelilingi oleh pengamanan yang berlebihan," kata Usman.
"Suatu pengamanan yang menurut saya hanya cocok untuk pemimpin yang bukan negarawan, tapi mereka yang dilantik untuk memegang kekuasaan besar dengan nyali dan mental yang kecil," sambung Usman.
Usman menilai perbedaan suasana pelantikan Jokowi pada 2014 dan 2019 ini tak mengagetkan. Sebab, pada 2014 lalu, rakyat menyambut Jokowi sebagai pemimpin baru yang belum mempunyai dosa. Baca juga: Pidato Presiden, Jokowi Sampaikan 5 Program Kerja Utamanya di Masa Mendatang Namun kini, di akhir masa jabatannya di periode pertama, justru lahir berbagai kebijakan yang dipandang negatif masyarakat, salah satunya adalah revisi UU KPK.
Lebih parahnya, masyarakat yang memprotes lewat aksi unjuk rasa justru mendapat perlakuan represif dari aparat. "Polisi, bagaimanapun bekerja untuk pemerintah, sehingga sikap represif ini menunjukkan kalau pemerintah tidak punya komitmen tegas membela kebebasan berpendapat," ujar Usman.
Hal serupa disampaikan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani. Ia menilai pengetatan pengamanan saat pelantikan ini tak terlepas dari kerasnya aksi protes jelang akhir jabatan Jokowi-Jk serta tindakan represif aparat. Catatan KontraS menunjukkan, rangkaian unjuk rasa di berbagai daerah pada pengujung September 2019 mengakibatkan setidaknya lima korban meninggal, terdapat pula korban luka-luka, serta penangkapan serta penahanan sewenang-wenang.
"Ini terjadi seiring pelantikan. Demokrasi semakin mundur karena pengungkapan peristiwa itu semakin tidak jelas. Ditambah lagi pelarangan, pembatasan yang sangat-sangat tidak perlu," kata Yati. Yati pun mencurigai pengerahan aparat berlebihan ini untuk mencegah aksi unjuk rasa dilakukan saat pelantikan.
Apalagi, sebelumnya Polda Metro Jaya juga menyatakan tak akan menerbitkan izin bagi masyarakat yang hendak berunjuk rasa di hari menjelang dan saat pelantikan Jokowi-Ma'ruf. Ia menyesalkan hal ini. "Kalau negara ini mengaku demokratis, seharusnya pelarangan aksi atau berekspresi politik seharusnya difasilitasi negara, bukan justru dibatasi," ucap dia.
Editor: Tokohkita