Rokhmin Dahuri
Pemerintah Akan Fokus Mengembangkan Akuakultur
Pengembangan perikanan budidaya menjadi tugas khusus Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah kepemimpinan Edhy Prabowo dari Presiden Joko Widodo selain juga memperbaiki komunikasi dengan nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha industri pengolahan ikan, traders, dan stakeholders lainnya.
TOKOHKITA. Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Prof Rokhmin Dahuri mengatakan sektor akuakultur atau perikanan budidaya akan menjadi foKus kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), sekaligus mengimplementasikan visi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi untuk mengatasi defisit perdagangan, defisit transaksi berjalan, dan menciptakan lapangan, kerja serta mensejahterakan rakyat.
Rokhmin yang juga Ketua Koordinator Komunikasi Publik Pemangku Kebijakan Publik Menteri Kelautan dan Perikanan itu menegaskan, pengembangan perikanan budidaya menjadi tugas khusus Kementerian Kelautan dan Perikanan dibawah kepemimpinan Edhy Prabowo dari Presiden Joko Widodo selain juga memperbaiki komunikasi dengan nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha industri pengolahan ikan, traders, dan stakeholders lainnya.
“Sektor perikanan budidaya pada periode 2014-2019 tidak dijadikan prioritas pembangunan, karena dianggap merusak lingkungan: pakan berasal dari ikan rucah atau tepung ikan, membabat mangroves untuk tambak, limbah dari akuakultur. Bahkan ada 2014 -2015 KKP mewacanakan akan melarang Udang Vanamme, karena bukan spesies asli Indonesia,” terang Guru Besar Kelautan dan Perikanan IPB itu saat menjadi narasumber pada acara “Outlook Perikanan 2020” yang diselenggarakan oleh Trubus di Gedung Mina Bahari III Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta. Rabu (26/2/2020).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga membeberkan beberapa kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumnya yang dinilai menghambat sektor perikanan budidaya diantaranya Larangan Kapal Pengangkut ikan hidup (Permen KP No. 57/2014) yang dinilai Memukul Usaha Budidaya Kerapu. Kemudian Permen KP No. 56/2016 tentang Lobster, Kepiting, dan Rajungan sehingga menghambat usaha budidaya lobster, kepiting soka, dan kepiting bertelur hasil budidaya.
“Ke depan aturan-aturan yang menghambat dan mematikan tersebut tidak boleh ada lagi. Kita harus menjadikan perikanan budidaya sebagai leading sector perekonomian nasional yang memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi/PDB (ekspor, investasi, konsumsi, impor, dan belanja pemerintahh) dan nilai tambah,” tukasnya.
Adapun program dan kebijakan terkait fokus pengembangan sektor perikanan budidaya yang akan dijalankan salah satunya adalah revitalisasi semua unit usaha/bisnis akuakultur yang ada saat ni (existing) untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan sustainability-nya. “Atau bila unit bisnis akuakultur existing tidak layak, tinggalkan!,” ungkapnya.
Kemudian, ekstensifikasi pembangunan dan usaha akuakultur di kawasan-kawasan (laut, payau, tawar, dan media lain) yang baru dan diversifikasi spesies baru dalam usaha akuakultur serta pengembangan usaha akuakultur untuk menghasilkan komoditas (produk) non-konvensional.
Adapun aspek lingkungan perlu menjadi perhatian utama dalam paradigma pengembangan budidaya perikanan nasional atau akuakultur. Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan bahwa paradigma dalam membangun akuakultur atau budidaya perikanan nasional pada saat ini harus betul-betul memperhatikan aspek lingkungan.
"Ke depan paradigma kita membangun akuakultur bukan hanya peningkatan produksi, tetapi juga harus memperhatikan lingkungan, ekonomi, dan sosial," katanya, seperti dilansir Antara, Rabu (26/2/2020).
Menurutnya, potensi pengembangan akuakultur masih sangat luas. Mengingat, saat ini baru sekitar 10% potensi yang ada dimanfaatkan. Selain itu, Slamet mengatakan kesejahteraan para pembudidaya juga mengalami kenaikan signifikan. Untuk dapat meningkatkan nilai tambah, budidaya menjadi solusi.
Ke depan, diharapkan pelaku usaha jangan terburu-buru mengirimkan benih-benih yang kecil terlebih dahulu karena potensi dalam negeri sangat besar. Selain itu, budidaya perikanan juga punya memiliki tanggung jawab untuk menurunkan stunting di Tanah Air dengan menghasilkan berbagai komoditas perikanan yang bernutrisi dan bergizi tinggi.
Sebelumnya, KKP menargetkan untuk melakukan penyuluhan hingga terhadap sebanyak 41.000 kelompok usaha dalam rangka melesatkan kinerja dunia usaha sektor kelautan dan perikanan nasional. "Penyuluhan itu intinya meningkatkan status mereka dari kelas pemula hingga kelas trampil," kata Kepala Badan Riset dan SDM KKP Sjarief Widjaja dalam Rapat Kerja KKP dengan Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin (24/2).
Dari sisi anggaran, lanjut Sjarief, tahun ini KKP memperoleh alokasi sebesar Rp1,8 triliun, namun porsi terbesar atau sekitar 50,03 persen adalah untuk pos belanja pegawai.
Menurutnya, besarnya alokasi untuk belanja pegawai antara lain karena BRSDM KKP mendapatkan limpahan dari pemerintahan pusat yaitu terkait dengan penggajian untuk kalangan penyuluh di daerah. "Kami mendapat mandat untuk hilirisasi hasil riset terutama bioteknologi," ucapnya.
Salah satu upaya untuk melakukan transformasi dan hilirisasi riset itu antara lain melalui program Desa Inovasi, misalnya menyiapkan Kampung Ikan Gabus yang membantu berbagai aspek seperti pembenihan hingga membantu pemasaran dari komoditas tersebut. Target lainnya dari BRSDM antara lain adalah menyelenggarakan pelatihan masyarakat terhadap sebanyak 25.200 warga.
Editor: Tokohkita