Peneliti UI Kembangkan Pengobatan Alternatif Korona dari Lebah
Komposisi propolis tidak selalu sama di seluruh dunia, senyawa propolis yang berasal dari lebah Tetragonula biroi aff, perlu dipahami terlenih dahulu karena memiliki karakteristik berbeda, tergantung pada sumber tanaman dan lokasinya.
TOKOHKITA. Peneliti Universitas Indonesia (UI), mengembangkan propolis yang bisa digunakan sebagai alternatif pengobatan korona. Propolis sendiri dihasilkan oleh lebah Tetragonula Biroi Aff yang merupakan lebah asli Indonesia
“Hasil temuan saya ini bisa dijadikan alternative pengobatan dan penyebaran virus korona, kareana dari hasil penelitian saya, propolis terbukti memiliki komponen penghambat alami yang dapat digunakan untuk menghasilkan obat dengan efek negatif minimal, baik terhadap tubuh manusia maupun sumber daya alam yang tersedia,” kata Muhamad Sahlan, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) seperti dikutip dari Jurnal Depok, Sabtu (7/3/2020).
Dia menjelaskan, komposisi propolis tidak selalu sama di seluruh dunia, senyawa propolis yang berasal dari lebah Tetragonula biroi aff, perlu dipahami terlenih dahulu karena memiliki karakteristik berbeda, tergantung pada sumber tanaman dan lokasinya. “Perbedaan sumber tanaman, lokasi, serta proses penelitiannya akan membedakan pula senyawa-senyawa propolis yang dihasilkan,” ucapnya.
Menurut Sahlan, saat ini, beberapa negara tengah mengembangkan obat dan vaksin untuk COVID-19. Salah satunya adalah China yang mengembangkan obat berdasarkan penelitian yang dipublikasikan oleh Prof. Yang dari Shanghai Tech University pada Januari 2020.
Pada penelitiannya, Prof. Yang berhasil memetakan struktur protein virus korona dimana ditemukan bahwa virus Corona harus menempel terlebih dahulu pada sel hidup, dalam hal ini paru-paru manusia sebelum menyuntikkan struktur genetiknya pada sel hidup tersebut untuk berkembang biak.
Untuk memutus aktivitas ini, dikembangkan senyawa kimia penghambat bernama N3 sebagai alternatif obat untuk COVID-19.“Yang menarik bagi saya, propolis yang saya teliti ini memiliki sifat menghambat proses menempelnya virus terhadap sel manusia yang mirip dengan senyawa N3,” ungkapnya.
Dengan menggunakan struktur model COVID-19 yang ada, senyawa-senyawa propolis diujikan untuk melihat apakah dapat membentuk ikatan pada virus COVID-19, bila dibandingkan dengan ikatan senyawa N3.
Dari hasil sembilan tahun meneliti, dia mengatakan tiga dari sembilan senyawa yang ada di propolis asli Indonesia memiliki kekuatan menempel yang cukup baik pada virus COVID-19. Bila senyawa N3 memiliki nilai -8, senyawa Sulawesins a memiliki nilai -7.9, Sulawesins b (-7.6) dan deoxypodophyllotoxin (-7.5). “Jadi, semakin negatif nilai yang dimiliki menunjukkan semakin besar kemampuan senyawa menempel pada virus COVID-19. Hal ini membuat virus tidak dapat menempel pada sel hidup manusia untuk kemudian berkembang biak,” katanya.
Kendati demikian, hasil penelitiannya belum masuk kedalam tahapan klinis karena Indonesia sendiri baru mengumumkan pasien positif korona, pada Senin (2/3/2020) lalu. Sahlan mengklaim bahwa hasil penelitiannya ini tentu sangat menjanjikan untuk dikembangkan menjadi alternatif obat dari Indonesia untuk menyembuhkan maupun mengurangi perkembangan virus korona.
Saat ini dirinya, sedang melakukan penelitian pada tahap mengenali senyawa-senyawa yang potensial untuk dikembangkan sebagai obat COVID-19.“Tahapan selanjutnya adalah pengoptimasian senyawa-senyawa tersebut sebelum dilakukan uji klinis dan pengembangan obat,” tukasnya.
Editor: Tokohkita