Hery Chariansyah, Ketua RAYA Indonesia
Ancam Generasi Muda, Pemerintah Harus Larang Iklan Rokok di Internet
RAYA Indonesia menemukan iklan rokok di beberapa website yang menjadi fokus monitoring dalam bentuk iklan spanduk, iklan peralihan dan iklan pop-up dan tidak ada penerapan verivikasi umur untuk mengakses iklan rokok tersebut.
TOKOHKITA. Ketua Rumah Kajian dan Advokasi Kerakyatan Indonesia (RAYA Indonesia) Hery Chariansyah, SH., MH., menyampaikan bahwa Pemerintah Indonesia harus melarang iklan rokok di internet. Hal ini harus dilakukan karena berdasarkan survei yang dilakukan RAYA Indonesia, iklan rokok di nternet patut disebut beredar tanpa pengawasan dan tak patuh terhadap regulasi, sehingga memiliki resiko yang tinggi untuk dapat diakses atau dilihat anak-anak dan remaja.
Selain beredar tanpa pengawasan dan tak patuhi regulasi, iklan rokok di internet juga tidak memiliki batasan waktu edar dan/atau tayang di media internet. RAYA Indonesia sejak Desember 2019 malakukan Survei Iklan Rokok di Internet, yang dilakukan dengan memantau 50 website popular atau website yang paling banyak pengunjungnya (top site) berdasarkan data yang di publish oleh www.alexa.com pada hari kerja, yakni hari senin sampai dengan hari jumat, dengan pemilihan waktu secara random, yakni pada bulan Desember 2019 Survey dilakukan dari rentang waktu jam 10.00 WIB sampai dengan jam 00.00 WIB. Tetapi pada periode Januari dan Februari 2020, monitoring iklan rokok di internet dilakukan pada hari kerja dalam rentang waktu pukul 12.00-13.30 WIB.
Hery menjelaskan dari survei yang dilakukan selama periode Desember 2019 sampai dengan Februari 2020, RAYA Indonesia menemukan iklan rokok di beberapa website yang menjadi fokus monitoring dalam bentuk iklan spanduk, iklan peralihan dan iklan pop-up dan tidak ada penerapan verivikasi umur untuk mengakses iklan rokok tersebut. Selain itu, yang menarik iklan rokok di internet hanya dapat dilihat jika website diakses dengan menggunakan handphone/gawai tetapi jika dilihat melalui perangkat laptop atau portable komputer tidak ditemukan, padahal website yang sama dibuka secara bersamaan melalui perangkat handphone/gawai dan perangkat laptop atau notebook.
Dari temuan survei tersebut jelas menunjukkan bahwa: pertama, iklan rokok di internet melakuka pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang mewajibkan iklan rokok di media tekhnologi informasi harus menerapkan verivikasi umur untuk membatasi akses hanya kepada orang yang bukan usia anak lagi. Pelanggaran ini berjalan seperti tidak ada sanksi. Dengan demikian dapat disebut bahwa iklan rokok di internet telah melakukan pelanggaran aturan tanpa ada sanksi, karena tidak adanya pengawasan pemerintah.
Kedua, iklan rokok di internet yang hanya ditampilkan melalui perangkat handphone/gawai jelas menjadi strategi pemasaran industri rokok yang menyasar anak dan remaja. Hal ini dapat dilihat bahwa populasi pengguna internet di Indonesia di dominasi oleh pengguna perangkat mobile, yang anak-anak dan remaja kita adalah pengguna internet melalui perangkat mobile. "Karena memang secara teoritis dan empiris, iklan rokok merupakan strategi pemasaran industri rokok dalam mengenalkan dan memasarkan produk rokok untuk menambah konsumen yaitu perokok pemula," katanya.
Data prevalensi perokok anak setiap tahun terus meningkat, dalam rentang lima tahun terakhir (2013-2018). Prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun meningkat sebesar 26.4%. Angka ini jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merencanakan penurunan pravalensi perokok anak menjadi 5,4%. "Dengan demikian saat ini, permasalahan bahaya zat adiktif rokok menjadi salah satu permasalahan yang mengancam tumbuh kembang anak Indonesia," terang Hery.
Oleh karenanya, Permerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika harus mengambil langkah tegas melarang iklan rokok di internet demi perlindungan anak dari zat adiktif rokok. Lagi pula, rokok dinyatakan sebagai produk yang bersifat adiktif sebagaimana diatur dalam Pasal 113 Ayat (2) UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan diperkuat oleh Putusan MK No.19/PUU-VIII/2010. "Seharusnya tidak ada lagi alasan bagi pemerintah untuk melarang iklan dan promosi rokok sebagai upaya perlindungan anak yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Perlindungan Anak," tukas Hery.
Editor: Tokohkita