Pradi Supriatna
Depok Kota Packaging, Mungkinkah?
- Beranda /
- Perspektif /
- Kamis, 26 Maret 2020 - 23:45 WIB
"Kita akan jadi Bob Sadino, sayur online. Kaya dari holtikultura. Sambil tidur duit datang," harap Pradi
"Saya ke depan ingin Depok bisa mandiri," kata Wakil Walikota Depok Pradi Supriatna saat berbicang dengan Tokohkita via WhatsApp Messenger, Kamis (26/3/2020).
Artinya, saat ini Depok boleh dibilang belum menjadi kota yang mandiri karena masih tergantung daerah lainnya, terutama Jakarta sebagai Ibukota negara. Buktinya, saban pagi warga Depok rela berjubel naik KRL Communter Line ke Jakarta untuk mencari nafkah, ada yang jadi pegawai negeri, karyawan swasta, dan lainnya.
Lantas, bagaimana caranya Depok bisa mandiri? "Jadi kota packaging," jawab Pradi. Terus, apa yang harus dikemas dan bisa memberikan nilai lebih buat Depok? Pradi menyebutkan, dirinya memiliki pemikiran dan ketertarikan untuk mengoptimalkan komoditas pangan, semisal sayuran. Memang,tidak harus sayuran saja, komoditas lain yang potensial juga dapat dilirik.
Di sini yang menjadi pertimbangannya adalah kebutuhan bahan sayur-mayur di Depok yang cukup tinggi mengingat jumlah populasi penduduk sudah mencapai 2,3 juta orang per Juni 2019 jika merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS). Itu kebutuhan untuk Depok saja, belum daerah sekitarnya terutama Jakarta. Tentu, untuk permintaan sayur-manyur saja sangat besar, dan itu peluang bisnis.
Untuk memenuhi pasokan tersebut, tidak mungkin bisa dipenuhi oleh Depok sendiri. Sebab, ada kendala jumlah petani dan lahan yang semakin terbatas akibat masifnya proyek hunian. "Ini harus disiapkan, misal kerjasama dengan daerah penghasil sayuran. Kita kontrak dengan petani plasmanya, lalu hasilnya kita packaging di Depok," ungkap Pradi.
Selanjutnya, produk pertanian yang sudah dikemas sedemikian rupa ini juga didistribusikan ke wilayah DKI Jakarta, yang mana ceruk pasarnya sangat besar. Dengan kualitas kemasan yang bagus dan harga kompetitif, tidak mustahil bisa mencuil pasar Ibukota. Biar efektif, "Kita distribusikan ke DKI lewat kerjasama dengan PD Pasar Jaya."
Pradi berkata, peluang ekonomi ini yang masih terbuka untuk digarap. "Uang semua itu," tukasnya. Di sisi lain, produknya pun bakal lebih higienis karena harus memenuhi standar kemasan yang ketat. Meski demikian, pertimbangan harga juga kudu diperhatikan. "Harus terjangkau," jelas Pradi.
Untuk melangkah ke arah Depok sebagai kota packaging, Pradi mengaku sudah menjajaki peluang kerjasama dengan pihak ketiga. "Saya sudah komunikasi dengan Pemda Cianjur untuk sewa lahan sekitar 200 hektare. Kalau berharap di Depok akan sulit, terutama petaninya," akunya.
Sejatinya, saat ini Pemerintah Kota Depok sudah menjalin kemitraan dengan petani. "Dan saya dah coba kontrak petani singkong untuk bahan olahan ke perusahaan keripik renyah dan berhasil," klaim Pradi. Pada akhirnya, dengan skema kerjasama demikian, akan memberikan kepastian soal pasokan bahan baku. "Jadi, ada kepastian buat petani. Kita ada kontrak dengan penampung hasil, aman itu."
Untuk menjalankan bisnis packaging, tentu harus ada unit usaha yang mengelola secara profesional dengan orientasi menggali keuntungan maksimal. "Mungkin akan dibuat dulu holdingnya di Depok, atau membuat BUMD pasar. Opsi lainnya, kerjasama dengan DKI Jakarta. Bisa secara B to B [business to business] atau B to G [business to government]," papar Pradi.
Agar kinerja bisnis semakin lincah, Pradi akan menyiapkan perangkat infrastruktur digitalnya untuk memperluas jangkauan pemasaran dan distribusi produk sayur-mayur dalam kemasan ini. Dalam hal pengiriman, pengelola atau holding ini bisa bermitra dengan jasa layanan antar barang secara daring seperti perusahaan startup Gojek. Yang terang, pasokan harus dipastikan lancar, sehingga bisa memenuhi permintaan konsumen atau pelanggan.
Kalau semua itu bisa berjalan sesuai rencana, Pradi optimistis tinggal menunggu hasilnya. "Kita akan jadi Bob Sadino, sayur online. Kaya dari holtikultura. Sambil tidur duit datang," harap Pradi yang sebelum terjun ke dunia politik dan menjadi birokrat saat ini merupakan seorang pengusaha. Ya, pasti masih tersisalah jiwa enterpreneur dari suami Martha Catur Wurihandini, yang seorang polisi wanita atawa polwan.
Editor: Admin