#DiRumahAja dengan Cemilan yang Kaya Imajinasi
Bangun Komunikasi Cinta Keluarga Melalui Momen Kreatif
- Beranda /
- Kabar /
- Gaya Hidup /
- Kamis, 21 Mei 2020 - 23:10 WIB
Perubahan akibat Pandemi Covid-19 ini tentu memiliki dampak psikologis. Bukan hanya dirasakan orang dewasa saja, namun remaja dan anak-anak mengalami dan merasakan dampak psikologis yang sama, seperti: meningkatnya perasaan cemas, takut, bingung, frustrasi dan mudah tersinggung
TOKOHKITA. Pandemi Covid-19 mengharuskan kita membatasi berkegiatan di luar rumah, dengan menerapkan bekerja dari rumah dan belajar dari rumah. Tidak mudah, karena sebelumnya kita sudah terbiasa berkegiatan di luar rumah. Namun kesadaran dan tanggung jawab akan pentingnya menjaga kesehatan diri dan keluarga lah, yang mendorong kita memilih untuk sementara waktu berkegiatan di rumah.
Perubahan akibat Pandemi Covid-19 ini tentu memiliki dampak psikologis. Bukan hanya dirasakan orang dewasa saja, namun remaja dan anak-anak mengalami dan merasakan dampak psikologis yang sama, seperti: meningkatnya perasaan cemas, takut, bingung, frustrasi dan mudah tersinggung. Inilah beberapa emosi yang muncul berupa proses mental yang menyertai perubahan yang bukan pilihan kita namun harus kita hadapi dan jalani.
Dalam kehidupan keluarga ini pun dirasakan. Saat kita sebelumnya berkegiatan di luar rumah, seringkali tidak mengenal waktu, di mana kebersamaan keluarga hanya dilakukan saat akhir pekan saja. Sekarang berbeda. Bapak Ibu menerapkan bekerja dari rumah, dan anak-anak pun harus menjalani belajar dari rumah, maka hampir setiap saat kita bertemu pasangan dan anak-anak, yang hampir semuanya berkegiatan di rumah.
Di awal saat melakukan kebiasaan baru tersebut, kita ada dalam masa “honeymoon phase” (fase bulan madu). Senang dapat berkumpul bersama keluarga setiap hari. Dapat melakukan kegiatan bersama yang sebelumnya jarang dilakukan, seperti sarapan pagi bersama dengan santai dan tidak perlu memikirkan soal kemacetan lalu lintas. Anak-anak pun senang karena lebih sering bertemu orangtuanya. Namun euphoria itu tidak berlangsung lama. Hanya sekitar dua atau tiga pekan saja efek bulan madunya dirasakan, setelahnya mulai muncul masalah-masalah yang dipicu rasa bosan, kebingungan dan frustrasi. Suasana di rumah mulai berbeda. Orang tua mulai sibuk dengan urusan pekerjaan, anak-anak pun mulai disibukkan dengan kegiatan belajar dan PR dari guru yang semakin bertambah.
Komunikasi antar anggota keluarga yang awalnya terjalin dekat, mulai berubah. Kembali pada kebiasan lama, berupa tanya-jawab mengenai kegiatan rutin yang dilakukan, seperti, “PR sudah dikerjakan belum?” atau mungkin mulai muncul konflik antara kakak dan adik terkait pilihan program televisi, misalnya. Jika memang situasi ini mulai muncul dan dirasa mempengaruhi kenyamanan komunikasi antar anggota keluarga, maka sebaiknya perlu disikapi dengan bijak dan dicari upaya untuk menyiasatinya.
Satu di antara kebiasaan yang dapat membantu mengakrabkan orangtua dan anak, yaitu makan bersama. Tidak hanya makan besar saja yang bisa dilakukan, memilih cemilan untuk dinikmati bersama juga dapat menjadi momen tersendiri dalam membangun kedekatan emosional dan psikologis antara orang tua dan anak. Satu pilihan cemilan bagi keluarga, yaitu Yupi Gummy, kudapan yang menyehatkan sekaligus menyenangkan (fun and healthy).
Bukan saja dinikmati sebagai cemilan, Yupi Gummy ini ternyata bisa juga lho dimanfaatkan untuk kegiatan keluarga yang fun, imajinatif dan kreatif selama #DiRumahAja. Hmm… menarik yaa… tapi bagaimana caranya?
Bisa nih dibuat hashtag #YupinessChallenge buat keluarga. Nah, berikut ini tantangannya:
1. Luangkan waktu sore hari bersama keluarga untuk rileks sambil menikmati cemilan yang disukai. Manfaatkan momen tersebut untuk menerapkan “15 minutes to share and talk” antara orang tua dan anak. Pilih varian Yupi Gummy yang cocok untuk tema sharing pada sore tersebut. Contoh: anak bisa sharing tentang camilan apa yang disukainya, mengapa. Contohnya jika ia makan Yupi gummy, aroma dan rasa apa yang menjadi favorit nya. Secara bergiliran setiap anggota keluarga sharing tentang camilan kesukaannya. Ingatkan bahwa pada momen tersebut: tidak ada penilaian ataupun kritik, namun memberikan kesempatan agar dapat sharing dan saling mendengarkan.
“Interaksi keluarga yang sehat dan bahagia, memberikan ruang bagi setiap anggota keluarga menyampaikan apa yang dirasakannya, tanpa kuatir ada penilaian dan asumsi. Dengan demikian, setiap anggota keluarga dapat merasakan penerimaan (acceptance), perhatian (attention), kepedulian (caring) dan dukungan (support). Hal ini penting untuk membangun rasa aman dan percaya (trust),” jelas Ita D. Azly, seorang Psikolog Keluarga yang berpraktek di Jakarta.
2. Seminggu sekali, di akhir pekan misalnya, dapat disepakati sebagai “family cooking day” Momen orang tua dan anak untuk membuat signature cemilan bagi keluarga, misal ice cream tabur Yupi Gummy yang bentuknya lucu-lucu. Kegiatan memilih kreasi cemilan ini dapat membantu anak mengasah kemampuannya dalam menciptakan ide kreatif. Ia akan gembira dan bangga jika keluarga bisa menikmati hasil olahannya saat makan bersama. Anak merasa dihargai (valued) dan dianggap (recognize). Hal ini penting untuk membangun percaya diri dan ketrampilannya sebagai team player.
Kreativitas memakai Yupi Gummy yang terlihat sederhana ini dapat memberikan manfaat untuk membuat seluruh keluarga happy. “Terapkan dalam suasana kebersamaan yang rileks dan fun. Dengan demikian, anak-anak berkembang di lingkungan keluarga yang penuh kebersamaan.” lanjutnya lagi.
Tetap jaga kesehatan, ingatkan diri Anda dan anak-anak untuk tersenyum, dan terus semangat!
Editor: Tokohkita