Minimalisasi Duplikasi Bansos, Pradi Siap Mengembangan Aplikasi Berbasis Big Data
Masih amburadulnya penyaluran bansos ini tidak lepas dari belum adanya sistem terpadu pendataan yang berbasis big data dengan mengintegrasikan berbagai sumber data mulai dari kependudukan di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, hingga Badan Statistik Sosial (BPS).
TOKOHKITA. Pencairan dana bantuan sosial (bansos) terkait penanganan dampak pandemi virus corona (Covid-19) di Kota Depok banyak mendapat sorotan dari berbagai pihak. Pasalnya, di lapangan masih terjadi tumpang tindih penerima bantuan. Ada yang menerima bantuan secara dobel, bahkan yang sudah meninggal pun masih mendapat alokasi.
Sedangkan warga lainnya yang nyatanya berhak dan sangat membutuhkan bansos justru tidak terdata. Alhasil, muncul pemotongan nilai bansos atas inisiatif RT/RW untuk dialoksikan ke warga yang luput dari bantuan tersebut.
Masih amburadulnya penyaluran bansos ini tidak lepas dari belum adanya sistem terpadu pendataan yang berbasis big data dengan mengintegrasikan berbagai sumber data mulai dari kependudukan di Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, hingga Badan Statistik Sosial (BPS). Sebab dalam kasus bansos Covid-19, alokasi bantuan bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Di sisi lain, pihak swasta pun banyak yang mengalang bantuan.
Untuk menghindari duplikasi penerima bansos dan program lainnya, Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna bakal terus mendorong pengembangan big data sebagai perbaikan, sekaligus menjadi sistem pengawasan yang lebih terbuka dan integratif. "Sistem big data ini untuk melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial dan program sejenis lainnya," katanya kepada wartawan di Depok, Sabtu (30/5/2020).
Menurut Pradi, sistem big data yang akan dibangun sangat efektif dalam melakukan pendataan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuan sosial akibat dampak dari Covid 19. Lewat sistem ini, masyarakat yang belum mendapatkan bantuan, dapat mengisi datanya sendiri di website tanpa harus melalui pengajuan yang berjenjang dari RT, RW, kelurahan sampai kepada pemerintah kota. " Jadi masyarakat diberi ruang untuk memasukkan data secara mandiri lewat aplikasi jika merasa berhak mendapat bantuan dari pemerintah tapi tidak menerima. Dengan basis big data ini, tidak akan terjadi duplikasi penerimaan bantuan, karena datanya terus dikoreksi secara otomatis," papar Pradi yang memiliki latar belakang pendidikan formal teknologi informasi (TI).
Dengan demikian, warga Depok yang belum masuk di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) maupun Non-DTKS akan difasilitasi dan terbuka untuk mendapatkan bantuan dari swasta atau non-pemerintah. Seperti diketahui, selama pandemi Covid-19, masyarakat dari berbagai kalangan menggalang dana bantuan baik makanan (sembako) hingga kebutuhan APD untuk tim medis yang menjadi garda terdepan melawan corona. Sejumlah perusahaan swasta diketahui banyak menyalurkan bantuan lewat program corporate social responsibility (CSR) mereka.
"Aplikasi ini juga bisa diakses oleh donatur, sehingga bisa diketahui berapa nilai yang disumbangkan dan pihak-pihak yang menerima bantuan tersebut. Semua pihak bisa turut aktif mengawasi karena data penerima sudah tertera di aplikasi dan sudah terverifikasi sehingga tidak akan terjadi duplikasi dengan memanfaatkan sistem digitalisasi ini," tukas Pradi.
Dalam sistem big data tersebut, warga bisa mengecek langsung apakah sudah terdaftar atau belum sebagai penerima bantuan dalam penanganan Covid-19. Untuk itu sistem akan menyediakan klasifikasi penerima bantuan seperti ber-KTP Depok, tidak mempunyai penghasilan tetap, menjadi korban pemutusan hubungan pekerjaan (PHK) atau karyawan yang dirumahkan, tidak memiliki aset yang bisa dijual, kelompok rentan seperti lansia, disabilitas (berkebutuhan khusus), daya listrik 450 watt, memiliki keluarga yang mempunyai penyakit berat, dan sebagainya.
Pradi bilang, dari seluruh kriteria itu ada nilai skala prioritasnya berdasarkan data faktual misalnya dilengkapi dengan unduhan dokumen resmi, kondisi rumah dan anggota keluarga, dan lainnya. "Tidak hanya itu saja, verifikasi juga dilakukan secara berjenjang dengan melibatkan unsur dari tingkat bawah sampai kota. Artinya, RT/RW, pihak kelurahan dan kecamatan, LPM hingga lembaga terkait di tingkat kota diberi akses untuk memvalidasi data yang dimasukan oleh masyarakat, sehingga bisa dipastikan layak tidaknya menjadi penerima bantuan. Kalau data dan fakta lapangannya tidak sesuai, bisa dicek ulang. Ke depan, Dinsos juga diharapkan memiliki website sendiri, " bebernya.
Dengan mengembangkan sistem big data ini, Pradi berharap, pelayanan kepada masyarakat akan semakin baik. Unsur pemerintah juga bisa menjalankan tugas dan fungsinya yang lebih produktif, efektif dan efisien dengan partisifasi aktif dari masyarakat. "Bisa meminimalisasi keluhan masyarakat dan hal-hal yang tidak peting tapi bisa fokus dalam meningkatkan kemajuan dan pembangunan di Kota Depok, sesuai dengan peran masing-masing," tukas dia.
Editor: Tokohkita