Marwan Jafar
Banyak Belajarlah dari Sejarah Wabah
- Beranda /
- Parlemen Kita /
- Kamis, 18 Juni 2020 - 15:03 WIB
"Kita percaya kemajuan ilmu pengetahuan, ketekunan ilmuwan di beberapa laboratorium dan kemajuan bioteknologi memungkinkan kita mengalahkan virus dan bakteri,"
TOKOHKITA. Banyak orang sama sekali tidak membayangkan dan memikirkan, di masa hidupnya bisa menemui Pandemi besar yang disebabkan virus Corona19 seperti sekarang. Sebuah wabah yang benar-benar mengubah drastis kewajaran sejumlah aktivitas orang-orang menjadi kedaruratan pada banyak aspek kehidupan.
Semula, wajar berbelanja berdesakan, berhimpitan di KRL, kapal laut dan pesawat terbang, berbaris rapat saat beribadah di mesjid dan gereja, bercanda di tempat kerja atau sekolah-kampus-pesantren, menghibur diri di tempat wisata, nonton bola dan konser musik dan seterusnya. Tentu saja, amat bervariasi saat orang-orang menyikapi datangnya 'tamu istimewa' Covid-19 ini, mulai dari perasaan cemas, ngeri, cuek hingga tetap bersikap optimis-semangat.
"Singkatnya, banyak juga pelajaran atau hikmah yang wajib kita petik dari pandemi dahsyat ini," demikian diungkapkan oleh anggota DPR RI Marwan Jafar di Jakarta, Kamis (18/6/20220). Ia menandaskan, yang pasti Pandemi Covid-19 dapat dijelaskan atau dikritisi dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, teknologi hingga spiritual. Baik dari sisi kedokteran, biologi, psikologi, kimia, sosiologi, serta ekonomi hingga temuan teknologi mutakhir dan sugesti melalui doa-doa.
Menurut Marwan, jangan lupa juga, sudah sejak lama sejarah umat manusia mengalami serangan penyakit endemik-epidemi, wabah dan penyakit menular. Misalnya, dekade 1330 wabah yang dinamai "Maut Hitam" dari Asia tengah atau timur muncul penumpang kutu Yersinia pestis menginfeksi manusia yang digigit kutu. Dari situ, menumpang armada tikus, wabah segera menyebar ke seantero Asia, Eropa, Afrika Utara dan pesisir Atlantik. Antara 75 juta-200 juta orang mati. Lalu pada Maret 1520, muncul virus cacar (smallpox) dari Pulau Kuba yang juga cepat menyebar ke Meksiko.
"Puluhan ribu mayat membusuk tergeletak di jalan-jalan, karena tak seorang pun berani menguburkan. Hanya dua bulan, penduduk Meksiko dari 22 juta di Desember tinggal 14 juta yang masih hidup," ungkap Marwan mantan Ketua Fraksi PKB di DPR.
Marwan menuturkan, dua abad kemudian (Januari 1778), penjelajah Inggris James Cook mendarat di Hawaii. Kepuluan ini sejatinya hidup terisolasi. Dan Cook plus rombongan membawa flu pertama, tubercolosis dan sipilis ke Hawaii. Para pendatang Eropa selanjutnya menambahkan typhus dan cacar. Dari semula berpenduduk 500 ribu jiwa, pada 1853 tinggal 70 ribu orang Hawaii yang selamat.
Memasuki abad 20, epidemi terus merenggut puluhan juta jiwa manusia. Di tengah kecamuk Perang Dunia I, ribuan tentara yang dikirim dari Arkansas, Amerika dan Inggris tiba di Spanyol di Januari 1918. Di parit-parit Perancis, ribuan tentara pula mulai mati akibat serangan satu galur flu sangat ganas yang dijuluki "Flu Spanyol". Pada beberapa bulan kemudian sekitar 500 juta atau sepertiga populasi global penduduk waktu itu, roboh tersebab virus. Atau kurang dari setahun, wabah itu mencabut nyawa antara 50 juta hingga 100 juta orang.
Di awal abad 21 dan milenium ketiga sekarang, kita pernah dikhawatirkan karena beberapa ledakan potensial wabah baru. Misalnya, SARS pada tahun 2002/2003, lalu Flu Burung di tahun 2005, menyusul Flu Babi pada tahun 2009/2010 serta wabah Ebola di tahun 2014-2016. Dan sejak September 2019 kita harus berjuang melawan virus Corona hingga sekarang, belum tahu kapan berakhir.
"Terkait sejarah wabah ini, kabar baiknya berkat pencapaian kedokteran, adanya vaksinasi, antibiotik, teknologi kesehatan atau infrastruktur medis lebih baik, pada 1979 WHO mendeklarasikan virus cacar cacar telah dilenyapkan penuh. Juga epidemi Ebola yang semula tampak menggila, pada Januari 2016 dinyatakan selesai oleh WHO," jelas Marwan.
Mantan Menteri Desa-PDTT ini mengingatkan, kita wajib pandai-pandai memetik pelajaran dari serentetan sejarah wabah tersebut. Solusinya, kerangka berpikir (mindset) maupun bertindak kita--di tingkat individu, komunitas hingga jajaran pemerintah--tidak perlu dihinggapi khawatir berlebihan, membiasakan disiplin perilaku kesehatan, bergotong royong, saling menolong serta tetap bekerja profesional di bidang masing-masing. "Kita percaya kemajuan ilmu pengetahuan, ketekunan ilmuwan di beberapa laboratorium dan kemajuan bioteknologi memungkinkan kita mengalahkan virus dan bakteri," pungkasnya.
Editor: Tokohkita