Dede Yusuf
Dikotomi Sekolah Negeri-Swasta Harus Dihilangkan
- Beranda /
- Parlemen Kita /
- Kamis, 18 Juni 2020 - 15:35 WIB
BMPS memberi masukan, agar anak-anak yang dididik di sekolah negeri maupun swasta sama-sama anak bangsa. Idealnya, tak ada perlakuan yang berbeda antara negeri dan swasta. Titik krusialnya, ada di RUU Sisdiknas yang masih mencantumkan frasa sekolah swasta. Ini jadi sumber dikotomi.
TOKOHKITA. Untuk memperkaya pembahasan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), Komisi X DPR RI mengundang Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS). RUU Sisdiknas butuh masukan dari semua komunitas penyelenggara pendidikan. Isu krusialnya, frasa swasta dalam RUU itu harus dihapus, agar tak ada dikotomi sekolah negeri dan sekolah swasta.
Demikian mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) virtual Komisi X DPR RI dengan BMPS, Kamis (18/6/2020). Dalam rapat itu, BMPS memberi masukan, agar anak-anak yang dididik di sekolah negeri maupun swasta sama-sama anak bangsa. Idealnya, tak ada perlakuan yang berbeda antara negeri dan swasta. Titik krusialnya, ada di RUU Sisdiknas yang masih mencantumkan frasa sekolah swasta. Ini jadi sumber dikotomi.
“Ini adalah masukan yang sangat bagus dari BMPS. Diharapkan ke depan dunia pendidilan kita semakin berkualitas. Kebetulan di Komisi X banyak juga anggotanya yang memiliki sekolah swasta. Jadi, sangat memahami masalah ini," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf saat meminpin rapat virtual dari ruang rapat Komisi X DPR RI, Senayan, Jakarta.
Hadir dalam rapat virtual tersebut Ketua Umum BMPS Saur Panjaitan dan Ketua BMPS DKI Jakarta Imam Parikesit. Saur mengatakan, ketika Pemerintah belum mampu mendirikan sekolah di daerah-daerah, maka swastalah yang membuka akses pendidikan bagi anak bangsa. BMPS menyebut Pasal 11 RUU Sisdiknas belum jelas siapa yang berwenang memberi akses pendidikan yang bermutu.
BMPS mengutip Pasal 11 (1): Pemerintah dan pemerintah daerah wanib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Kemudian ayat (2): Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara ysng berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
Dua pasal ini dipersoalkan BMPS, karena belum jelas betul siapa yang menjadi domainnya, Pemerintah, pemerintah daerah, atau yayasan. Sudah saatnya, peran swasta dalam menyelenggarakan pendidikan tidak dimarjjnalkan negara. Sebaliknya, harus mendapat perhatian yang sama dengan sekokah negeri.
Editor: Tokohkita