Rokhmin Dahuri
Natuna Bakal Maju dengan Pendekatan Pembangunan Ekonomi Maritim
Pembangunan di wilayah Natuna akan menciptakan new growth and prosperity centers (prosperity belt). Di sisi lain, pembangunan di Natuna juga bakal berfungsi sebagai soverignty belt dalam mengatasi masalah konflik laut China Selatan.
TOKOHKITA. Kepulauan Natuna memiliki posisi penting bagi di Indonesia. Pasalnya, wilayah Natuna memiliki nilai strategis dan urgensi secara geoekonomi dan geopolotik yang luar biasa namun hingga kini masih sedikit sekali tersentuh oleh pembangunan.
Yang terang, pembangunan di wilayah Natuna akan menciptakan new growth and prosperity centers (prosperity belt). Di sisi lain, majunya Natuna bisa berfungsi sebagai soverignty belt dalam mengatasi masalah konflik Laut China Selatan.
Demikian diutarakan Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong pada Webinar Kepri Lawyer Club Indonesia bertajuk ”Integrasi Maritime dan Laut Natuna Sebagai Kekuatan dan Perwujudan Keunggulan Ekonomi dan Potensi Strategis Nasional dengan Berbagai Problematiknya," Jumat (26/6/2020).
Natuna sebagai wilayah pesisir dan laut di pulau-pulau kecil (PPK) terdepan, jika dibangun dan dikembangkan, maka akan bisa memcahkan permasalahan nasional yang kronis berupa tingginya angka pengangguran, juga disparitas pembangunan antarwilayah yang masih timpang. Sebab, hingga saat ini intensitas pembangunan dan jumlah penduduk di Natuna masih rendah.
"Kalau Natuna menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang baru, maka akan membantu wilayah lainya yang kelebihan ekologis seperti Pulau Jawa," sebut Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Periode 2019-2024.
Menurut Rokhmin, bicara pengembangan di Natuna yang paling feasible adalah pembangunan ekonomi maritim karena hampir 90% wilayahnya adalah laut. "Untuk bisa Natuna maju sebagai pulau terluar, maka pendekatannya melalui tiga cara, yakni hukum dan politik, pertahanan dan keamanan, serta pembangunan ekonomi," jelas dia.
Memang, perairan Natuna memiliki posisi setrategis karena berada di titik simpul pelayaran internasional yang menghubungkan Hong Kong, Jepang, Korea Selatan, Taiwan dengan negara-negara lainnya. Kemudian berbatasan langsung dengan kamboja dan Vietnam di sebelah utara, Singapura maupun Malaysia di bagian barat dan Malaysia Timur di bagian timur. "Wilayah Natuna dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia dalam Deklarasi Djuanda pada 1957. Juga menjadi titik temu Tiongkok dengan tetangga-tentangganya terutama yang berada di dalam wilayah Asean," papar Rokhmin.
Sejatinya, dengan posisi Natuna yang sangat strategis tersebut, maka pembangunan yang dilakukan juga harus luar biasa. Peristiwa nyelonongnya kapal perang China ke perairan Natuna harus menjadi pelajaran bagi Bangsa Indonesia, untuk terus membangun kemakmuran agar diperhitungkan oleh negara lain. Rokhmin bilang, China sebelum tahun 2000 an, belum maju seperti sekarang tidak begitu agresif. Tapi setelah ekonomi dan teknologinya maju, mereka menjadi sangat angresif.
"Saya teringat pak Jusuf Kalla, ketika masih menjadi wakil presien saat menghadiri sidang di PBB mengatakan kalau kepala negara berkembang itu hanya diberikan di negaranya sendiri, media seperti CNN atau New York Time, tidak akan memberitakan. Itu yang membuat saya menangis. Artinya, kita harus menjadi negara makmur. Kalau masih seperti sekarang, masih banyak warganya yang miskin [negara berkembang], akan sering dipermainkan, di-bully negara lain," tandas Rokhmin.
Dengan demikian, pembangunan di Natuna harus simultan antara ekonomi maritim dan pertahanan keamanan. Nelayan di Natuna harus memiliki kapal tangkap yang modern, alat tangkap yang canggih, sehingga mendapatkan tangkapan yang banyak. Artinya, kalau produktivitasnya tinggi maka pendapatan yang diperoleh nelayan akan bannyak, dan perlahan tingkat ekonominya meningkat.
"Kalau masih menggunakan kapal dan alat tangkap tradisional, tentu kalah dengan nelayan dari Vietnam atau Korea. Makanya, saya tidak setuju alat tangkap efektif pukat harimau dilarang di seluruh wilayah Indonesia. Tapi boleh dipakai secara terbatas dengan aturan ketat seperti hanya di wilayah tertentu, ada aturan mata pancing, dan lainnya," terang Guru Besar Ekonomi Maritim IPB ini kembali memberikan penjelasan terkait polemik pukat harimau.
Editor: Tokohkita