Jeanne NovelineTedja
Pembelajaran Jarak Jauh yang Ramah Anak
Tentunya kita sangat berharap pelaksanaan PJJ di tahun ajaran baru ini akan lebih ramah anak, dimana para pelaksanan kebijakan selalu mempromosikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak, yaitu mendengarkan dan menghormati pendangan anak; serta selalu mengedepankan kepentingan terbaik anak.
Tahun ajaran baru telah dimulai sejak 13 Juli 2020, dan tetap dilakukan secara daring dari rumah. Metode Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) pada semester pertama tahun ajaran 2020-2021 ini, akhirnya diputuskan oleh Pemerintah setelah mempelajari fakta bahwa korban Covid 19 usia anak cuku ptinggi.
Sehingga, tidak benar bila sebelumnya diberitakan bahwa anak-anak tidak rentan terhadap Covid 19. Faktanya lebih dari 40 anak Indonesia yang berusia di bawah 18 tahun meninggal akibat virus corona, menurut data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (diakses 02/07). Sebagian besarnya adalah balita. Angka itu setara 1,7% total kematian akibat Covid-19, yang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, salah satu yang tertinggi di Asia dan dunia. Sehingga, apabila sekolah kembali dibuka dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara tatap muka di sekolah, dikhawatirkan sekolah akan menjadi klaster baru penyebaran Covid 19.
Pelaksanaan PJJ di tahun ajaran baru ini diharapkan lebih berkualitas dan bermakna dalam implementasinya dibandingkan dengan pelaksanaan PJJ sebelumnya (terhitung sejak Maret s/d Juni). Seperti diketahui, implementasi PJJ sebelumnya tidaksejalan dengan semangat Surat Edaran Mendikbud No.4 Tahun 2020. SE Mendikbud menekankan bahwa PJJ secara daring dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakn abagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan.
Faktanya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima laporan pengaduan dari siswa mengenai beban tugas yang terlalu banyak selama PJJ. Laporan pengaduan ini dikonfirmasi dengan survei yang diikuti oleh 1.700 siswa yang berasal dari 54 kota/kabupaten di 20 provinsi yang dilakukan oleh KPAI pada bulan April, dimana mayoritas responden (73%) merasakan beratnya mengerjakan tugas-tugas dari para guru selama PJJ. Selain itu sebanyak 79,9% responden menyatakan tidak ada interaksi sama sekali antara guru dan siswa kecuali memberikan tugas dan menagih tugas saja, tanpa ada interaksi belajar seperti tanya jawab langsung atau aktivitas guru menjelaskan materi.
Dalam survei KPAI dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebanyak 77,6% guru cenderung mempersiapan pembelajaran dengan membuat materi penugasan dan evaluasi, sehingga dapat diartikan bahwa guru lebih menekankan kegiatan penilaian pada pelaksanaan PJJ dibandingkan dengan kegiatan pembelajaran bermakna. Boleh jadi ini terpaksa dilakukan guru akibat kuranganya penguasaan terhadap aplikasi pembelajaran daring. Hal ini menggambarkan keinginan guru untuk menuntaskan pencapaian kurikulum yang sangat kuat sementara kemampuan guru untuk menggunakan aplikasi daring masih rendah.
Kenyataan inilah yang membuat PJJ menjadi moda pembelajaran yang tidak menarik bagi siswa. Selain itu, hasil survei juga menyebutkan bahwa kurikulum darurat di masa pandemi sangat dibutuhkan. Kurikulum darurat yang dimaksud, diantaranya relaksasi konten (standarisi) kurikulum, standar penilaian, standar proses, dan standar kompetensi lulusan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan kemudian merancang penyederhanaan kurikulum yang sesuai dengan konteks PJJ agar berjalan lebih efektif di tahun ajaran baru 2020-2021ini, dimana arah fokus kurikulum akan mencakup pada tiga hal yakni literasi, numerasi dan pendidikan karakter. Selain penyederhanaan kurikulum, selama masa pandemik, siswa maupun guru tidak wajib mengejar ketuntasan kompetensi inti (KI) maupun kompetensi dasar (KD).Selain itu, bagi siswa yang mengalami ketertinggalan atau tantangan dalam pembelajaran, juga berhak mendapatkan bantuan remedial. Modul pembelajaran bagi siswa, guru dan orangtua juga tengah dipersiapkan.
Walau bagaimanapun, pelaksanaan PJJ merupakan bukti bahwa pemerintah tetapmenghormati, melindungi dan memenuhi hak anak untuk mendapatkan pendidikan, walaupun negara tengah menghadapi masa darurat pandemi. Tentunya kita sangat berharap pelaksanaan PJJ di tahun ajaran baru ini akan lebih ramah anak, dimana para pelaksanan kebijakan selalu mempromosikan prinsip-prinsip pemenuhan hak anak, yaitu mendengarkan dan menghormati pendangan anak; serta selalu mengedepankan kepentingan terbaik anak.
*Penulis adalah praktisi kota layak anak
Editor: Tokohkita