Rokhmin Dahuri
Aspeksindo Punya Peran Sentral Maju Mundurnya Bangsa Indonesia
Rokhmin menyebutkan ada empat alasan utama kenapa Aspeksindo memegang peran sentral dalam maju mundurnya bangsa ini.
TOKOHKITA. Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (Aspeksindo) menggelar Hari Ulang Tahun (HUT) III sekaligus Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) di Jakarta, Senin (10/8/2020). Hadir dalam acara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Penasehat Menteri KKP Rokhmin Dahuri, yang juga Ketua Dewan Pakar Aspeksindo, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Bupati Penajam Paser Utara sekaligus Ketua Aspeksindo, Abdul Gafur Mas’ud, serta para kepala daerah yang tergabung dalam organisasi itu.
Dalam sambutannya, Rokhmin menyebutkan ada empat alasan utama kenapa Aspeksindo memegang peran sentral dalam maju mundurnya bangsa ini. Pertama, fakta fisik wilayah Indonesia yang tiga perempatnya adalah laut. Indonesia memiliki sebanyak 17.504 pulau dengan garis pantai terpanjang di dunia. Itu sebabnya, paradigma pembangunan di negara kita itu harus memerhatikan laut bukan darat. "Selama paradigma pembangunan masih darat, akan sulit maju," terangnya.
Alasan kedua adalalah wilayah pesisir memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Menurut Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini, potensi total nilai ekonomi dari kelautan saja mencapai sebesar US$ 1,5 triliun per tahun atau 1,5 kali PDB. Kata Rohkmin, dengan wilayah laut yang luas tersebut, di dalamnya menyimpang potensi ekonomi kelautan (maritim) yang luar biasa besar.
Setidaknya, ada 11 sektor ekonomi kelautan, yakni perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan industri bioteknologi kelautan. Kemudian, pertambangan dan energi, pariwisata bahari, hutan mangrove, perhubungan laut, sumberdaya wilayah pulau-pulau kecil, industri dan jasa maritim, serta SDA non-konvensional. "Kalau potensi ekonomi maritim ini dikelola secara profesional, maka bisa menciptakan peluang kesempatan kerja sekitar 45 juta orang atau 35% total angkatan kerja," ungkapnya.
Ketiga, selain menyimpan raksasa potensi ekonomi tapi milayah pesisir justru menjadi kantong-kantong kemiskinan teurutama pada nelayannya. Keempat, kenapa di kawasan pesisir umumnya masih terbelakang karena pemanfaatan wilayahnya baru 20%. "Artinya, ruang untuk ekspansi pengembangan ekonomi maritim, kelautan, pesisir dan pulau-pulai kecil masih terbuka lebar," jelas Rokhmin.
Dengan demikian, untuk mengembangkan potensi ekonomi maritin yang besar itu, maka daerah yang memiliki wilayah pesisir perlu blue print perencanaan pembangunan kelautan yang tepat dan benar. "Oleh karena itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan akan memberikan jasa konsultasi kepada kepala daerah dalam menyusun blue print perencanaan pembangunan daerah yang berbasis pada ekonomi maritim," terang Ketua Dewan Penasehat Menteri KKP ini.
Rolkmin juga menyebut soal kebutuhan untuk dana pengembangan wilayah pesisir yang memang besar dan tidak bisa dipenuhi semuanya dari anggaran pemerintah. Pasalnya, APBN sebuah negara itu seperti Amerika Serikat, hanya 20?ri total ekonomi suatu negara. Artinya, negara yang berhasil melakukan pembangunan pada dasarnya bisa mengoptimalkan sektor swasta. "Jadi 80% ekonomi itu harus digerakan oleh sektor swasta dan rakyat. Artinya, pemerintah tidak perlu masuk working capital atau bisnis, melainkan anggaran APBN dan APBD digunakan untuk peningkatan kualitas SDM, pembangunan infrastruktur dan pembuatan regulasi pembangunan yang berkelanjutan," sebutnya.
Dalam kesempatan yang sama, Jazilul Fawaid mengatakan bangsa Indonesia bisa lebih maju dan berjaya bila memberdayakan kekayaan yang ada di daerah kepulauan dan pesisir. “Itu inti pesan saya dalam HUT III dan Rakornas Aspeksindo,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Dipaparkan, perairan bangsa ini luas dan panjangnya tiga kali lipat luas daratan. Dari sini sebenarnya menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu seharusnya sektor perairan dan kelautan menjadi tolak ukur kesejahteraan. “Kalau daerah kepulauan maju maka Indonesia maju,” ujarnya. “Kalau nelayannya maju berarti rakyatnya makmur,” tambahnya. Pun demikian apabila orang-orang atau masyarakat di pesisir sejahtera maka Indonesia juga sejahtera.
Pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu menyebut bangsa ini sudah diindentifikasi dan mengindentifikasi dirinya sebagai negara maritim. “Kita menyebut diri sebagai poros maritim dunia,” ujarnya. Jazilul Fawaid juga mengakui seperti itu namun mengacu pada ilmu-ilmu kemaritiman, ternyata diakui bangsa ini belum memiliki kapasitas sebagai negara maritim.
Menurut Koordinator Nasional Nusantara Mengaji itu, bila bangsa ini serius ingin disebut sebagai bangsa maritim maka seratus persen sumber daya alam dan sumber daya manusia dikerahkan ke sana. Belum maksimalnya bangsa ini menggali dan memanfaatkan sumber daya yang ada di daerah kepulauan dan pesisir terlihat dari eksplorasi di daerah kepualaun dan pesisir baru 20 persen. “Tak heran bila produk dari daerah kepulauan dan pesisir tidak terlalu banyak,” tuturnya.
Saat menghadiri HUT III dan Rakornas Aspeksindo, ia mendorong agar organisasi itu bisa melahirkan kesadaran baru bagi pemerintah dan masyarakat untuk menggeser orientasi dari darat ke laut, perairan, dan pesisir. “Juga juga mendorong sumber daya yang ada di pesisir dan daerah kepulauan sehingga 100% kekayaan di sana bisa dimaksimalkan,” tegasnya. Gus Jazil menyayangkan kekayaan yang ada di daerah kepulauan dan pesisir baru tergarap 20%. “Padahal sektor wisata dan budidaya ikan melimpah,” tuturnya. “Kita kan mempunyai 17.000 pulau,” tambahnya.
Editor: Tokohkita