Rokhmin Dahuri
Potensi Ikan Hias Indonesia Sangat Besar dan Melimpah
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini menyebutkan, komoditas ikan hias mempunyai peran stretagis dalam perekonomian Indonesia karena bisa menyumbang devisi senilai Rp 500 miliar pada tahun lalu.
TOKOHKITA. Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024 Bidang Riset dan Daya Saing, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS, memaparkan potensi ikan hias pada Temu Koordinasi antara Stakeholder Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan di Swiss Belhotel Airport Hub-Tangerang, Banten, Selasa (29/9/2020).
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini menyebutkan, komoditas ikan hias mempunyai peran stretagis dalam perekonomian Indonesia karena bisa menyumbang devisi senilai Rp 500 miliar pada tahun lalu. "Setiap tahunnya sejak awal tahun 2000-an terus mengalami peningkatan," ungkapnya.
Menurut Rokhmin, periode 2014-2019, tren nilai ekspor ikan hias Indonesia meningkat rata-rata 10,2% per tahun, dengan dominasi dari jenis ikan hias air tawar (73,7%). Pada periode ini, Indonesia selalu menduduki posisi 5 terbesar dunia sebagai negara eksportir ikan hias. Bahkan pada 2019, Indonesia menduduki posisi ke-3, dengan kontribusi 9,9% terhadap total ekspor ikan hias dunia.
Yang pasti, bisnis ikan hias juga membangkitkan multiplier effects yang besar, menyediakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan dimana sekitar 30.000 orang bekerja di kegiatan on-farm dan 45.000 bekerja di kegiatan off-farm dengan pendapatan rata-rata per rumah tangga pembudidaya ikan hias mencapai Rp 50.484.000 per tahun atau sekitar Rp 4,2 juta per bulan, jauh lebih besar ketimbang pendapatan dari usaha pertanian lainnya.
Dalam dunia perdagangan, ikan hias dibagi menjadi empat, yakni ikan hias air tawar (freshwater ornamental fish); ikan hias air laut (marine ornamental fish), tanaman hias air tawar (freshwater ornamental plant/aquatic plant), dan kerang kerangan atau biota laut (invertebrata). Adapun segmentasi pasar ikan hias endemik terdiri dari pasar lokal dan pasar ekspor. "Untuk pasar ekspor antara lain Asia, Eropa, Timur Tengah dan lain-lain," sebut Menurut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) ini.
Rokhmin menjelaskan, Indonesia mempunyai potensi ikan hias yang sangat besar dan melimpah. “Setidaknya terdapat 400 spesies ikan hias air tawar dan 650 spesies ikan hias air laut, sehingga dijuluki sebagai Home of Hundreds Exotic Ornamental Fish Species,” terangnya mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan ini menguraikan, stok ikan hias laut Indonesia diprediksi mencapai 3 miliar ekor, dengan potensi lestari sekitar 2,4 miliar ekor, yang tersebar terutama di lima wilayah, yaitu: Laut Cina Selatan, Samudera Hindia, Laut Makasar & Laut Flores, Teluk Tomini & Laut Halmahera, dan Laut Banda. “Hingga saat ini baru 90 spesies ikan hias yang berhasil dibudidayakan atau hanya sekitar 7%,” ungkapnya.
Data tahun 2018 menunjukkan, jumlah rumah tangga pembudidaya (RTP) ikan hias mencapai 29.006 RT. Mereka sebagian besar merupakan RTP ikan hias air tawar (98,7%) dan terkonsentrasi di Provinsi Jawa Timur (28,6%), Jawa Barat (21,4%), dan Kalimantan Barat (16,5%).
Rokhmin juga menyebutkan, Indonesia mempunyai peluang ekspor dan daya saing yang tinggi terkait ikan hias. “Seiring dengan pertambahan penduduk dunia, meningkatnya daya beli (disposable income), dan ikan hias telah menjadi hobi yang paling popular di dunia. Maka, permintaan akan semakin meningkat. Ini berarti potensi sumberdaya ikan hias Indonesia menjadi semakin strategis,” ujarnya.
Rokhmin juga memaparkan kebijakan pengembangan ekonomi ikan hias untuk meningkatkan nilai ekspor, pertumbuhan ekonomi inklusif, dan kesejahteraan rakyat secara berkelanjutan. Pertama, peningkatan promosi dan pemasaran di dalam maupun luar negeri untuk penguatan pasar yang ada saat ini. Kedua, pengembangan pasar baru.
Ketiga, peningkatan produksi ikan hias dari usaha penangkapan sesuai dengan batas-batas kelestarian stok ikan. Keempat, kebijakan revitalisasi ‘raiser’ dan pembangunan ‘raiser’ baru di sejumlah daerah sesuai kebutuhan. Kelima, peningkatan teknologi biologi molekuler dan rekayasa genetik untuk memperbaiki sifat genetik dan fenotip ikan hias, dan product development (spesies/varietas ikan hias baru). Keenam, peningkatan tekonologi pengemasan (packaging).
Ketujuh, perbaikan sistem tata niaga/supply chain system (nelayan/pembudidaya–pengepul–trader/eksportir– buyer dalam/luar negeri) dan pengembangan sistem logistik ikan hias nasional. Hal tersebut penting dilakukan untuk peningkatan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan pembagiaan keuntungan (profit sharing) yang mensejahterakan dan berkeadilan.
Kedelapan, kebijakan dan regulasi pemerintah (seperti fiskal, perbankan, penangkapan ikan, budidaya ikan, dan iklim investasi) harus lebih kondusif bagi keberhasilan pembangunan dan bisnis ikan hias yang mensejahterakan dan berkelanjutan (sustainable).
Editor: Tokohkita