Rokhmin Dahuri
Budidaya Udang Vaname Potensial Dikembangkan di Bangka Belitung
Salah satu contoh pengembangan budidaya yang cocok di Babel adalah budidaya udang vaname. Pertimbangannya, potensi lahan pesisir yang cocok dan tersedia: 63.826 ha. Jika dalam empat tahun kita kembangkan 50.000 ha (78%) untuk budiaya intensif udang vaname dengan pola padat tebar maka produksinya diperkirakan mencapai 40 ton per hektare per tahun atau 2 miliar kg per tahun.
TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS mengatakan, pemerintah pusat terus memberikan dukungan dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Bangka Belitung. Wilayah ini memiliki letak yang strategis dalam pengembangan sektor kelautan dan perikanan sehingga bisa ke depan bisa semakin maju dan meningkatkan ekspor.
Demikian disampaikan Rokhmin dalam webinar bertajuk Blueprint dan Industrialisasi Perikanan Bangka Belitung yang digelar Ikatana Sarjana Perikanan Indonesia (Ispikani) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Sabtu (28/11/2020).
Menurut Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024, pemerintah telah memberikan dukungan fasilats kelautan dan perikanan di Babel. Misalnya, revitalisasi Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Sungailiat dan PPN Tanjung Pandan, peningkatan status dan pembangunan PPN Sungailiat atau PPN Tj. Pandan menjadi Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) yang bisa ekspor langsung.
Selain itu, pemerintah mengucurkan bantuan anggaran untuk revitalisasi dan pembangunan baru PPP dan PPI, bntuan kapal ikan dan alat penangkapan ikan, mengeluarkan izin usaha penangkapan ikan dan perusahaan perikanan, hingga pengembangan kawasan klaster perikanan budidaya (laut, tambak maupun darat) serta pembangunan pabrik pakan ikan mandiri.
Meski demikian, masih banyak permasalahan dan tantangan pembangunan sektor KP di Provinsi Kep Bangka Belitung. Secara umum, Rokhmin menyebutkan, sebagian besar usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan dilakukan secara tradisional dan berskala usaha kecil dan mikro.
"Sehingga, tingkat pemanfaatan sumber daya ikan (SDI), produktivitas, dan efisiensi usaha perikanan pada umumnya rendah. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap kontribusi bagi perekonomian yakni PDB, PDRB, nilai ekspor, PNBP, dan PAD yang juga rendah," sebut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini.
Tantangan lainnya adalah, pada umumnya ukuran unit usaha (bisnis) perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan sebagian besar tidak memenuhi skala ekonomi (economy of scale). Dengan demikian, keuntungan bersih lebih kecil dari US$ 300 (Rp 4,5 juta) per orang per bulan alias miskin.
Masalah juga pada sebagian besar usaha perikanan belum dikelola dengan menerapkan Sistem Manajamen Rantai Pasok Terpadu (Integrated Supply Chain Management System), yang meliputi subsistem produksi-industri pasca panen – pemasaran. Sebab itu, tidak ada kepastian harga jual ikan bagi nelayan dan pembudidaya, kontinuitas pasokan bahan baku bagi industri hilir tidak terjamin, dan risiko usaha menjadi tinggi.
"Tingkat pemanfaatan perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, bioteknologi perairan, sumberdaya non-perikanan, dan jasa-jasa lingkungan kelautan belum optimal," jelas Rokhmin.
Padahal, potensi kelautan dan perikanan di Babel cukup besar. Untuk itu, perlu terus dilakukan pengembangan dan pembangunan di sektor ini. Dari 63.826 ha lahan tambak potensial yang masih belum digarap, maka bis kembangkan 50.000 ha usaha budidaya tambak udang Vaname dengan teknologi intensif (Industry 4.0) yang disebar secara proporsional ke seluruh kabupaten dan kota, mulai tahun 2021 hingga 2024.
Kemudian, dilakukan pengembangan usaha budidaya dengan komoditas unggulan di ekosistem perairan laut, perairan payau (tambak), danau, waduk, dan sungai, kolam air tawar, mina-tani, saluran irigasi, akuarium, dan wadah lainnya.
Rokhmin bilang, penguatan dan pengembangan industri hilir (hilirsasi) untuk mengolah peningkatan volume produksi komoditas perikanan dari hasil dengan membangun Kawasan Industri Perikanan Terpadu di PPN Sungailiat, PPN Tanjung Pandan, PPP Baturusa, dan lokasi lain yang cocok.
Adapun salah satu contoh pengembangan budidaya yang cocok di Babel adalah budidaya udang vaname. Pertimbangannya, potensi lahan pesisir yang cocok dan tersedia: 63.826 ha. Jika dalam empat tahun kita kembangkan 50.000 ha (78%) untuk budiaya intensif udang vaname dengan pola padat tebar maka produksinya diperkirakan mencapai 40 ton per hektare per tahun atau 2 miliar kg per tahun.
Simulasinnya, produksi: 50.000 ha x 40 ton/ha/th = 2.000.000 ton/th = 2 miliar kg/th. Pendapatan kotor: 2 miliar kg/th x US$ 5/kg = US$ 10 miliar/th = Rp 145 triliun/th. Perkiraan pendapatan bersih: Rp 25 juta/ha/bulan. Yang terang, potensi budidaya udang vaname bisa menyerap lapangan kerja on-farm: 50.000 ha x 4 orang/ha = 200.000 orang. Sedangkan, serapan lapangan kerja off-farmnya adalah 50.000 ha x 6 orang/ha = 300.000 orang.
"Ini contoh betapa raksasanya potensi ekonomi atau budidaya udang vaname bila dikembangkan di Provinci Babel," kata Rokhmin.
Di sisi lain, pemerintah juga terus mendorong pengembangan hilirisasi komoditas perikanan, termasuk di Babel. Caranya, dengan peningkatan kualitas dan daya saing industri pengolahan hasil perikanan tradisional, yakni ikan asap, pindang, kering (asin dan tawar), fermentasi (peda), terasi, petis, dan lainnya.
Kemudian, pembangunan industri pengolahan hasil perikanan modern: live fish, fresh fish, pembekuan, pengalengan, breaded shrimps and fish, produk berbasis surimi, product development, penyempurnaan packaging dan distribusi produk, penjaminan kontinuitas suplai bahan baku, hingga standardisasi dan sertifikasi.
Editor: Tokohkita