Fenomena Banjir di Cibatu
Salarea Foundation Ajak Warga untuk Lebih Peduli Masalah Lingkungan
- Beranda /
- Kabar /
- LINGKUNGAN /
- Kamis, 25 Maret 2021 - 21:28 WIB
Banyak faktor yang menyebabkan banjir di Cibatu, yang bagi sebagian orang menilai tidak mungkin terjadi, karena selama ini justru dihadapkan pada ancaman kekeringan dan krisis air bersih dan hampir terjadi setiap tahunnya.
TOKOHKITA. Warga di wilayah Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang selama ini dikenal sebagai titik rawan kekeringan atawa krisis air saban tahun ketika musim kemarau, mendadak dikagetkan dengan fenomena banjir yang menggenang di sejumlah titik.
Penyebabnya, hujan deras sekitar satu jaman lebih yang terjadi pada sore tadi, Kamis (25/3/2021), sekitar pukul 16.00 WIB, membuat Kali Cipacing meluap dan menggenangi pemukiman warga serta sawah. Sejumlah rumah dan masjid di Kampung Legok Asri di Kampung Cipicung, Desa Keresek, ikut teremdam.
Dari informasi sejumlah warga, wilayah yang cukup parah terendam banjir yaitu RW 13, RW 01, RW 10, lantaran lokasinya dekat dengan bantaran Kali Cipacing. Tak ayal, Jalan Cikoang pun ikut terendam banjir. Sehingga, akses jalan tersebut sempat ditutup sementara dan dialihkan ke Jalan Arif Rahman Hakim.
Bahkan, Stasiun KA Cibatu yang lokasinya lebih tinggi juga ikut tergenang air akibat drainase di sekitar jalan yang tak berfungsi dengan baik, sehingga air masuk ke area stasiun tersebut. Alirtan air yang tak bisa juga terpantau deras menerobos jalur kereta api. Untuk diketahui, banjir di Cibatu ini memang baru pertama kali terjadi.
"Desa Mekarsari, Desa Sindangsuka, Desa Cibunar, Desa Padasuka, Desa Karyamukti, Desa cibatu, Desa Keresek, dan Desa Wanakerta, terpantau sebagian wilayahnya banjir," sebut Asep, Perangkat Desa Padasuka. Dari pantauan, ketinggian genangan air bervariasi. "Ketinggian genangan air di Kampung Gunung Limbangan, Desa Warnakerta sekitar 1,5 meter," kata Ujang, warga setempat.
Yang terang, derasnya air kali yang meluap ke pemukiman juga menyebabkan ikan di kolam-kolam milik warga turut hanyut. Belum diketahui berapa kerugian akibat musibah tersebut. Tidak ada laporan warga yang menjadi korban dalam peristiwa ini.
Dadan M Ramdan, penggiat sosial dan lingkungan, yang juga Ketua Salarea Foundation, angkat bicara terkait fenomena banjir di Cibatu. "Saya kaget juga mendapat laporan dari sejumlah warga kalau di beberapa desa di Cibatu dikabarkan kebanjiran. Nah, setelah saya cek dan mendapat banyak kiriman foto dan video, ternyata benar. Banjir ini yang bikin saya heran juga," aku pria yang lahir di Kampung Sumurkondang, Desa Kertajaya, Cibatu, ini.
Menurut Dadan, banyak faktor yang menyebabkan banjir di Cibatu, yang bagi sebagian orang menilai tidak mungkin terjadi, karena selama ini justru dihadapkan pada ancaman kekeringan dan krisis air bersih, dan hampir terjadi setiap tahunnya. Bisa jadi, meluapnya air kali ke pemukiman warga akibat derasnya curah hujan ditambah kiriman air dari wilayah hulu.
"Penyebab lainnya boleh jadi ada penyempitan dan pendangkalan daerah aliran sungai (DAS) oleh tumpukan sampah. Tidak bisa dipungkiri masih ada sebagian warga yang membuang sampah ke kali, bahkan ke pinggir jalan. Untuk lebih jelas, perlu ada kajian lebih komprehensif, sebab dikhawatirkan terjadi banjir yang lebih serius," jelas Dadan, yang juga berprofesi sebagai jurnalis.
Atas musibah tersebut, Salarea Foundation mengajak masyarakat Cibatu untuk lebih peduli lagi terhadap persoalan lingkungan dan sampah ini. Ancaman banjir yang tak terpikirkan sebelumnya sudah di depan mata. Ambil pelajaran dan hikmah dari kejadian alam tersebut.
"Jadi kekhawatiran saya akan akumulasi masalah sampah ini kejadian. Makanya, kami dua bulan lalu sudah merintis pendirian Masyarakat Peduli Lingkungan (MPL) Komonitas Alam Loji. Salah satu aktivitasnya adalah memilah sampah plastik sejak dari dapur warga sebagai bahan baku pembuatan paving block," ujarnya.
MPL Komunitas Alam Logi yang berada dibawah naungan Salarea Foundation ini menjadi model percontohan untuk penanganan sampah plastik, sekaligus edukasi dan kampanye peduli lingkungan berbasis komunitas. "Saat ini, MPL Cipicung dan MPL Girimukti sedang dalam tahap pembentukan. Harapannya, di setiap titik rawan sampah, kami bisa membentuk relawan komunitas alam untuk menjalankan MPL," imbuh Cecep M Tosin, Sekretaris Salarea Foundation, yang juga inisiator program Creatif Go Green.
Cecep menambahkan, Salarea Foundation juga sedang mempersiapkan pendirian bank sampah, yakni Rumah Sampah Salarea, yang selanjutnya teritegrasi dengan MPL Komunitas Alam. "Insya Allah, lokasi untuk Rumah Sampah Salarea sudah ada dan segera dirilis dalam waktu dekat ini. Pembentukan bank sampah ini mendapat fasilitasi dari BUMN Jamkrindo, yang memberikan bantuan seperangkat mesin pengolah sampah," pungkasnya.
Editor: Tokohkita