Rokhmin Dahuri
Strategi Memanfaatkan Potensi Perikanan dan Kelautan Riau
Menurut Rokhmin yang juga Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020–2024, Laut Riau berada di WPP 571 & 711 dengan potensi sumber daya ikan sebesar 350.000 ton per tahun. "Hingga 2019, tingkat pemanfaatan potensi tersebut baru 32,71%," sebut dia.
TOKOHKITA. Provinsi Riau memiliki posisi strategis karena berada pada jalur pelayaran internasional Selat Malaka dan berbatasan langsung dengan Singapura dan Malaysia. Riau juga berada di kawasan kerjasama Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT) dan Indonesia-Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT).
Demikian diutarakan Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University pada Paparan dan Pertimbangan di Bidang Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau, DKP Provinsi Riau yang digelar secara daring, Selasa (30/11/2021).
Menurut Rokhmin yang juga Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020–2024, Laut Riau berada di WPP 571 & 711 dengan potensi sumber daya ikan sebesar 350.000 ton per tahun. "Hingga 2019, tingkat pemanfaatan potensi tersebut baru 32,71%," sebut dia.
Setali tiga uang. Potensi lahan perikanan budidaya Provinsi Riau sebesar 263.872,5 hektare. "Tapi tingkat pemanfaatannya baru 1,18% yang mana sebagian besar dari kolam. Jadi, hingga 2019, sekitar 61,1% produksi perikanan budidaya Riau berasal dari kolam," ungkap Rokhmin.
Dengan melihat potensi tersebut, Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini bilang, sektor kelautan dan perikanan dianggap berperan atau berjasa signifikan bagi kemajuan dan kesejahteraan suatu wilayah.
Asalkan, mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan rata-rata lebih dari 7% per tahun, berkualitas yakni banyak menyerap tenaga kerja, inklusif yakni mampu mensejahterakan seluruh pelaku usaha dan stakeholders secara berkeadilan, dan ramah lingkungan serta berkelanjutan. Artinya, seorang nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang ikan termasuk sejahtera, jika incomenya lebih dari US$ 300 atau setara Rp 4,5 juta per bulan.
Atas dasar itu, Pemerintah Provinsi Riau harus mendorong peningkatan produktivitas secara berkelanjutan, modernisasi teknologi penangkapan ikan (kapal, alat tangkap, dan alat bantu), dan penetapan jumlah kapal ikan yang boleh beroperasi di suatu unit wilayah perairan,
"Sehingga pendapatan nelayan rata-rata lebih dari Rp 4,5 juta per nelayan per bulan secara berkelanjutan di kabupaten/kota pesisir seperti Rohil, Dumai, Bengkalis, Siak, Pelalawan, Kepulauan Meranti, dan Inhil," terang Rokhmin.
Di sisi lain, Pemerintah Provinsi Riau juga melakukan penguatan dan pengembangan usaha perikanan budidaya di setiap Kabupaten dan Kota berbasis komoditas unggulan setempat (lokal). Untuk Kabupaten/Kota non-pesisir seperti Rohul, Kampar, Pekanbaru, Kuantan Sengingi, dan Inhu, komoditas unggulannya adalah jenis-jenis ikan perairan tawar misalnya ikan nila, gurame, mas, patin, lele, baung, belida, udang galah, dan ikan hias.
Untuk kabupaten/kota pesisir seperti Rohil, Bengkalis, Dumai, Siak, Pelalawan, Kep. Meranti, dan Inhil, komoditas unggulan di perairan laut antara lain kakap putih, kerapu, kerang hijau, kerang darah, gonggong, lobster, bawal bintang, dan rumput laut (Euchema spp). Sedangkan untuk komoditas unggulan perairan payau (tambak) adalah udang Vaname, nila Salin, bandeng, kepiting, dan rumput Laut.
"Komoditas unggulan di perairan tawar bisa budidaya ikan nila, gurame, mas, patin, lele, baung, belida, udang galah, dan ikan hias," papar Rokhmin.
Editor: Tokohkita