Rokhmin Dahuri
Banyak Regulasi dan Kepentingan, Penegakan Hukum di Laut Tak Efektif
Penanganan keamanan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia hingga kini tidak efektif karena banyaknya regulasi terkait dan institusi sektoral yang memiliki kepentingan masing-masing dimana setidaknya, terdapat 17 UU yang mengatur mengenai keamanan kelautan, dengan melahirkan 13 lembaga penegak hukum di laut.
TOKOHKITA. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang 75% wilayahnya berupa laut dengan posisi geografis strategis dan kekayaan SDA lautnya yang melimpah, Indonesia menyimpan berbagai potensi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan (ATHG) keamanan di wilayah laut baik berasal dari dalam maupun luar negeri
Demikian diutarakan Pakar Kemaritiman yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS pada kesempatan Focus Group Discussion Uji Sahih RUU Perubahan atas UU N.o 32/2014 Tentang Kelautan yang dilaksanakan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, IPB University, Gd. EDCT PKSPL, Kampus IPB Barangasiang, Kamis (17/2/2022).
“Upaya mengatasi ATGH keamanan kelautan di Indonesia telah dilakukan melalui pembentukan berbagai regulasi dan institusi yang menangani keamanan kelautan,” katanya. Adapun ATGH mencakup IUU Fishing, pencemaran lingkungan laut, keselamatan pelayaran, penyeludupan, perompakan, kejahatan transnasional, imigran gelap, pengrusakan dan pencurian SDA, dan lain-lain.
Tapi, penanganan keamanan dan penegakan hukum di wilayah laut Indonesia hingga kini tidak efektif karena banyaknya regulasi terkait dan institusi sektoral yang memiliki kepentingan masing-masing dimana setidaknya, terdapat 17 UU yang mengatur mengenai keamanan kelautan, dengan melahirkan 13 lembaga penegak hukum di laut.
“Enam lembaga diantaranya mempunyai satuan tugas patroli di laut dan tujuh lainnya tidak memiliki satuan tugas patroli di laut. Jumlah lembaga penegak hukum ini tergolong tinggi (terlalu banyak) dibandingkan dengan banyak negara di dunia,” tutur mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu.
Selain pengawasan yang masih kurang optimal, manajemen pengelolaan SDA laut kita yang lemah serta tingginya tekanan ekonomi kepada para nelayan. Tak pelak, dapat menyebabkan tekanan terhadap ekosistem laut juga semakin tinggi dan berbahaya untuk jangka panjang, ditambah oleh instrumen keamanan laut yang banyak dan lemahnya mekanisme koordinasi antar lembaga lembaga ini akan berdampak serius di kemudian hari.
Rokhmin menyayangkan lemahnya pemerintah dalam mengatur organisasi yang bertanggung jawab dalam mengelola pulau-pulau kecil terluar dimana terlalu banyak instansi yang terlibat, mengakibatkan fokus pengelolaan tidak terkontrol, sehingga instansi akan berjalan sesuai kepentingan masing-masing.
Disamping itu, karena keterbatasan sumber daya. Anggaran yang masih menyebar di kementerian lembaga menyebabkan pembangunan tidak focus. Pemerintah daerah pada dasarnya dapat berperan bersama dalam mengembangkan pulau kecil terluar sehingga pulau kecil terluar dapat dijadikan objek wisata laut dengan berbagai macam potensi yang dimiliki.
“Land Management untuk pulau-pulau kecil terluar belum jelas. Pengaturan dalam kepenguasaan dan pemilikan tanah, luas tanah secara keseluruhan, bahkan kerancuan antar lembaga pemerintah membuat Land Management menjadi terhambat dan tidak jelas,” ujar Ketua DPP PDIP Bidang Kelautan dan Perikanan itu .
Pada kesempatan tersebut, Duta Besar Kehormatan Jeju Island Korea Selatan itu memberikan beberaapa strategi penguatan sistem keamanan laut diantaranya; Pertama, Meningkatkan sinergi dan kolaborasi pengelolaan keamanan wilayah laut melalui penyederhanaan regulasi sehingga tidak overlapping kewenangan antara instansi.
Kedua, Menyusun kebijakan taat kelola kelautan, sistem info maritim, dan peringatan dini yang terintegrasi sehingga memudahkan dalam penegakan hukum. Ketiga, Memperkuat Bakamla seperti Coast Guard di negara-negara maritim lain yang sudah maju, sejahtera, dan berdaulat (AS, Canada, Inggris, Jepang, Korsel, dan Australia): “One Fleet, Multi Functions”.
Keempat, Perlu adanya sinergi diplomasi kelautan dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas sistem keamanan laut melalui kerjasama dengan luar negeri. Kelima, peningkatan law enforcement.
Keenam, Meningkatkan kapasitas perekonomian dan meningkatkan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat pesisir melalui kebijakan ekonomi yang kreatif dan komprehensif dari masing-masing pemerintah daerah, bekerja sama dengan pemerintah pusat ?misalnya menjadikan sebagai sentra perikanan, destinasi wisata bahari, atau lokus laboratorium untuk studi di bidang kemaritiman.
Ketujuh, Menjadikan pulau-pulau terdepan, terluar, dan terpencil sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan (prosperity belt) dan sabuk keamanan (security belt) dengan memanfaatkannya sebagai benteng terdepan di dalam konsep pengamanan wilayah maritim. Kedelapan, peningkatan SARPRAS, SDM, dan anggaran.
Editor: Tokohkita