Rokhmin Dahuri
Mendorong Peningkatkan Kontribusi Sektor Unggulan Sumut
Sumut berada diurutan ke-1 sebagai produsen perikanan tangkap laut terbanyak di Indonesia dengan share 8,5%.
TOKOHKITA. Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020–2024, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menjadi pembicara pada Seminar North Sumatera Marine & Aquaculture 2022, Inovasi Dan Teknologi Guna Tumbuh & Kembang Sektor Perikanan Sumatra Utara (Sumut) di Convention Hall Santika Dyandra Hotel, Rabu, (23/3/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Rokhmin yang hadir mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Trenggono meminta pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Dinas Kelautan dan Perikanan mendorong peningkatkan kontribusi sektor unggulan untuk pembangunan ekonomi kelautan (marine economy). Adapun potensi Kelautan dan Perikanan Sumatra Utara terdiri dari Potensi Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya.
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itu menuturkan bahwa Sumut berada diurutan ke-1 sebagai produsen perikanan tangkap laut terbanyak di Indonesia dengan share 8,5%.
Selain itu ada potensi perikanan tangkap di PUD (Sungai, Danau, Bendungan, dan Genangan Air) Sumut sebesar 155.797 ha, meliputi 17 sungai diantaranya Sungai Asahan, Sungai Silau, Sungai Barumun, Sungai Bila, Sungai Batang Gadis, Sungai Belawan, Sungai Deli, Sungai Kualu, Sungai Lau Tenges, Sungai Mencirim, Sungai Renun, Sungai Simpangkanan, Sungai Toru, Sungai Wampu, Sungai Bekulap, Sungai Bingai, Sungai Bohorok. Serta 6 Danau: Danau Toba, Danau Aek Natonang, Danau Lau Kawar, Danau Siombun, Danau Sidihoni, Danau Siombak.
“Hingga 2020, sebutnya, sekitar 86% produksi perikanan budidaya Sumut berasal dari budidaya air tawar. Nila menjadi produsen perikanan terbesar dengan presentase 35,2%. Sedangkan produksi terbesar berasal dari Kabupaten Simalungun (30%), ditambah produksi terbanyak berupa nila (37,7%),” kata Menteri Perikanan dan Kelautan Kabinet Gotong Royong itu.
Adapun total potensi lahan perikanan budidaya Sumatra Utara sebesar 201.373 hektare yang mana pada 2020 tingkat pemanfaatannya baru 13,88?n masih didominasi oleh budidaya air tawar. Sayangnya, Rokhmin bilang, sebagian besar usaha penangkapan ikan bersifat tradisional. Sehingga, tidak memenuhi economy of scale, tidak menggunakan teknologi mutahkir, tidak menerapkan integrated supply chain management system (manajemen terpadu hulu – hilir), dan tidak mengikuti prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Rokhmin pun mengimbau, pemerintah yang wajib menyediakan sarana produksi dan perbekalan melaut (kapal ikan, alat tangkap, mesin kapal, BBM, energi terbarukan, beras, dan lainnya) yang berkualitas tinggi, dengan harga relatif murah dan kuantitas mencukupi untuk nelayan di seluruh wilayah Provinsi Sumut; Pemerintah menjamin seluruh ikan hasil tangkapan nelayan di seluruh wilayah NKRI dapat dijual kapan saja dengan harga sesuai ‘’nilai keekonomian” (menguntungkan nelayan).
“Pada saat nelayan tidak bisa melaut, karena paceklik ikan maupun cuaca buruk (rata-rata 3–4 bulan dalam setahun), pemerintah wajib menyediakan mata pencaharian alternatif (perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, pariwisata bahari, agroindustri, dan potensi ekonomi lokal lainnya). Supaya nelayan tidak terjerat renternir, seperti selama ini,” sebutnya.
Selain itu, lanjutnya, evaluasi dan perbaikan sistem bagi hasil antara pemilik kapal dengan nelayan ABK supaya lebih adil dan saling menguntungkan; Pemerintah membantu membangun kawasan pemukiman nelayan yang bersih, sehat, cerdas, produktif, aman, dan indah. “Sehingga, nelayan beserta anggota keluarga bisa hidup dan tumbuh kembang dengan sehat, cerdas, produktif, dan berakhlak mulia,” ujar Rokhmin.
Kemudian, mengadakan penyuluhan dan pendampingan manajemen keuangan keluarga agar nelayan dan anggota keluarganya bisa hidup ‘tidak lebih besar pasak dari pada tihang’, seperti pembatasan jumlah anak, gemar menabung, dan lainnya. “Selain kerja cerdas dan keras sebagai nelayan, mereka harus meningkatkan iman, taqwa, dan doa kepada Tuhan YME menurut agama masing-masing,” tuturnya.
“Revitalisasi semua unit usaha (bisnis) budidaya laut (mariculture), budidaya perairan payau (coastal aquaculture), dan budidaya perairan darat untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, inklusivitas, dan keberlanjutannya,” pungkas ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu
Editor: Tokohkita