Rokhmin Dahuri Beberkan Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Islam
Aset ekonomi produktif seperti modal, infrastruktur, teknologi, pasar, dan informasi harus mudah diakses oleh seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan. Tidak seperti selama ini, rakyat kecil sangat susah mendapatkannya.
TOKOHKITA. Selama ini hampir semua kebijakan dan program penanggulangan kerusakan lingkungan hanya menyentuh fenomenanya, bukan akar masalah atawa root causesnya. Sebab itu, upaya mondial dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan mensejahterakan warga dunia (SDGs) sampai sekarang belum membuahkan hasil seperti yang kita harapkan.
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS lewat paparanya berjudul ” Pembangunan Berkelanjutan Dalam Perspektif Islam” pada Diskusi Mingguan Edisi #6 yang diselenggarakan oleh Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran dan Ibihtafsir.id, Jakarta secara daring, Minggu (17/4/2022).
Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020–2024 itu menyodorkan bukti, negara-negara industri maju memberikan dana hibah ala kadarnya kepada negara-negara berkembang (miskin) dalam upaya mencegah pemanasan global.
Tapi, ada syarat, yakni negara-negara berkembang mengurangi emisi CO2 secara signifikan. Tetapi, negara-negara industri maju sendiri tidak mau mengurangi emisi CO2. "Negara-negara industri maju (OECD) dengan total penduduk hanya 18% penduduk dunia mengkonsumsi sekitar 70% total konsumsi energi dunia, dan 87% total energi yang mereka gunakan berupa energi fosil," sebut Rokhmin yang juga Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia.
Yang terang, rata-rata laju emisi CO2 negara-negara industri maju sekitar 10 ton perkapita, dan yang tertinggi adalah Amerika Serikat sebesar 20 ton perkapita. Sedangkan, negara-negara berkembang rata-rata hanya 1 ton perkapita, dan Indonesia baru 0,5 ton perkapita (IPCC, 2019).
“Ketidak-adilan iklim inilah yang merupakan biang kerok dari pemanasan global. Selain itu, teknologi untuk mitigasi dan adaptasi terhadap global warming, tsunami, kebakaran hutan, gempa bumi, dan bencana alam lainnya pun masih terbatas, khususnya bagi negara-negara berkembang (miskin),” katanya.
Di sisi lain, menjadi hal yang pasti adalah bahwa kebutuhan manusia terhadap bahan pangan, sandang, bangunan, farmasi, mineral, energi, SDA lain, ruang kehidupan, dan jasa-jasa lingkungan yang berkualitas akan terus meningkat. Sedangkan, kapasitas bumi untuk memproduksi segenap komoditas, produk, SDA, dan jasa-jasa lingkungan tersebut secara alamiah bersifat terbatas, bahkan cenderung menurun akibat overeksploitasi, pencemaran, kerusakan lingkungan lain, dan perubahan iklim global.
Oleh karena itu, satu-satu nya jalan utama untuk mewujudkan Ppmbangunan berkelanjutan adalah dengan cara mengendalikan human demand dan laju pemanfaatan SDA dan JASLING supaya tidak melebihi DDL wilayah (Bumi).
Namun, fakta empiris sejak 1970-an sampai sekarang telah membuktikan, bahwa pengendalian human demand dan laju pemanfaatan SDA dan JASLING melalui pendekatan Kapitalisme (teknologi, ekonomi, hukum, dan kelembagaan) secara kasat mata telah gagal. Buktinya, seperti diuraikan diatas, pencemaran, biodiversity loss, Global Warming, dan kerusakan lingkungan lainnya semakin memburuk dan meluas.
Rokhmin bilang, pada titik inilah, bila manusia itu mengetahui (sudah sampai dakwah), tidak sombong; atau ‘bodoh’, pasti akan menjadikan Islam sebagai Pedoman Hidup yang lengkap dan sempurna dari Allah SWT (QS.3: 19; QS. 5: 3; QS. 3: 85; QS. 3: 44, 45, dan 47; dan QS. 7: 96) untuk mengatasi segenap permasalahan lingkungan dan pembangunan ekonomi, dan secara simultan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Karena, begitu banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits yang melarang kita melakukan kerusakan di bumi, mencemari lingkungan, mengkonsumsi atau menggunakan SDA (makanan, air, energi, dll) secara berlebihan (boros); dan memerintahkan kita untuk merawat bumi, menanam pohon, dan berbagai kegiatan lainnya untuk konservasi alam.
"Makanya manusia yang beriman dan taqwa kepada Allah SWT pasti akan mencintai dan merawat lingkungan hudu, serta melaksanakan paradigma pembangunan berkelanjutan. Dan, sudah tentu, pendekatan teknologi, ekonomi, hukum, dan kelembagaan secara paralel dan harmonis dengan pendekatan religius (Islam atau agama lainnya) mesti terus dilanjutkan," hemat Ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) ini.
Di penghujung paparanya, Rokhmin pun menyampaikan kesimpulan yang mana perlunya segera menganti sistem kapitalisme dengan sistem Pancasila yang berlandaskan ajaran Islam. Dengan demikian, pemanfaatan dan pengelolaan SDA (ESDM, kehutanan, perkebunan, tanah, dan air) harus dilakukan oleh negara (BUMN) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, seperti diamnatkan Pasal 33, UUD 1945.
"Aset ekonomi produktif seperti modal, infrastruktur, teknologi, pasar, dan informasi harus mudah diakses oleh seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan. Tidak seperti selama ini, rakyat kecil sangat susah mendapatkannya," pungkas Rokhmin.
Editor: Tokohkita