Rokhmin Dahuri
Indonesia Sulit Maju Akibat Mismanagement Keunggulan Kompetitif
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang tersusun oleh 17.504 pulau, dirangkai oleh sekitar 104.000 km garis pantai (terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada), dan 75% wilayahnya berupa laut; Indonesia memiliki potensi pembangunan (ekonomi) kemaritiman yang sangat besar.
TOKOHKITA. Jika ekonomi maritim atau kkelautan dikembangkan dan dikelola dengan menggunakan inovasi IPTEKS dan manajemen mutakhir, maka sektor-sektor ekonomi kelautan akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi sejumlah permasalahan bangsa, khususnya pengangguran, kemiskinan, ketimpangan sosek, dan disparitas pembangunan antar wilayah.
Pada akhirnya, secara simultan dapat mengkselerasi terwujudnya Indoensia Emas (Maju, Adil-Makmur, dan Berdaulat) pada 2045. Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri pada Webinar Ramadan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) bertajuk Reorientasi Indonesia Menuju Negeri Maritim, Indonesia Emas 2045, Rabu (27/4/2022).
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang tersusun oleh 17.504 pulau, dirangkai oleh sekitar 104.000 km garis pantai (terpanjang kedua di dunia, setelah Kanada), dan 75% wilayahnya berupa laut; Indonesia memiliki potensi pembangunan (ekonomi) kemaritiman yang sangat besar.
Selanjutnya, total potensi ekonomi sebelas sektor kelautan Indonesia sekitar US$ 1,4 triliun/tahun (1,4 PDB–RI tahun 2020) dan lapangan kerja sekitar 45 juta orang (1/3 angkatan kerja-RI). Tapi Hingga tahun 2020, baru dimanfaatkan sekitar 15% total pontesinya
Memang, potensi ekonomi maritim Indonesia belum bisa mengantarkan kita menjadi negara maritim yang adil dan makmur lantaran kebijakan dan pengelolaan potensi kelautan yang keliru. "Jika ekonomi maritim atau kkelautan dikembangkan dan dikelola dengan menggunakan inovasi IPTEKS dan manajemen mutakhir, maka sektor-sektor ekonomi kelautan akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan ekonomi," sebut Rokhmin, yang juga Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat.
Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia ini mengungkapkan, Indonesia menduduki peringkat ke-3 sebagai negara dengan tingkat kesenjangan ekonomi tertinggi (terburuk) di dunia. Menurut laporan Credit Suisse’s Global Wealth Report 2019, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 44,6% kue kemakmuran secara nasional, sementara 10% orang terkaya menguasai 74,1%
"Hingga 2021, peringkat Global Innovation Index (GII) Indonesia berada diurutan ke-87 dari 132 negara, atau ke-7 di ASEAN," ungkap Rokhmin.
Dia berujar, syarat suatu bangsa bisa maju yakni harus punya keunggulan kompetitif. Sedangkan keunggulan kompetitif yang paling cepat dan mudah dibangun adalah berdasarkan komparasi kompetitifnya. Nah, Indonesia keunggulan kompetitif adalah di maritim dan agro.
"Tapi kenapa dua keunggulan kompetitif ini (maritim dan agro) tidak sampai memberikan kemakmuran, tak lain mismanagement. Maka sampailah pada Hadist Sohih Bukhari, kalau satu urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya," tukas Rokhmin.
Yang terang, ekonomi maritim kita masih belum dioptimalkan lantara menghadapi banyak problem. Rendahnya akses nelayan, pembudidaya ikan, dan UKM kemaritiman lainnya kepada sumber pemodalan (kredit bank), teknologi, infrastruktur, informasi, dan aset ekonomi produktif lainnya. "Kredit perbankan untuk ekonomi maritim, bunganya relatif lebih tinggi dan persyaratan rumit," kritik Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara ini.
Rokhmin juga menyebutkan, faktor-faktor yang menyebabkan Indonesia masih tertinggal, baik internal maupun eksternal. Dari interanal karena belum ada “Road Map Pembangunan Nasional yang Komprehensif, Tepat, dan Benar” yang dilaksanakan secara berkesinambungan.
Adapun faktor eksternal antara lain akibat keserakahan bangsa-bangsa maju dan kapitalisme cenderung menjajah secara politik-ekonomi negara berkembang, disrupsi kemajuan IPTEK yang sangat pesat, pandemi, dan konflik geopolitik serta pertarungan ideologi.
Celakanya, Rokhmin bilang, nasionalisme rendah di kalangan pengusaha. Mereka berubah dari industriawan menjadi importir, senang nyimpan uang bahkan hingga 80% di luar negeri, mengaji karyawan rendah, dan R&D serta daya saing rendah alias jago kandang," beber Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan-RI 2020–2024.
Editor: Tokohkita