Prof Rokhmin Dahuri Memberikan Kuliah Umum di Chiba University Jepang
- Beranda /
- Kabar /
- Internasional /
- Kamis, 12 Januari 2023 - 22:39 WIB
Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB University ini menyampaikan kuliah umum berjudul “Strengthening a Mutual Cooperation between Indonesia and Japan in Blue Economic Development for a Better and Sustainable World”.
TOKOHKITA. Prof. Rokhmin Dahuri mendapat undangan untuk memberikan kuliah umum di Kampus Chiba University, Jepang pada Kamis, (12/1/2023). Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan - IPB University ini menyampaikan kuliah umum berjudul “Strengthening a Mutual Cooperation between Indonesia and Japan in Blue Economic Development for a Better and Sustainable World”.
Prof. Masahiro Takei, Wakil Rektor Bidang Academic Research amd Innovation Management menyampaikan Pidato Sambutan dan sekaligus membuka Kuliah Umum yang dihadiri oleh sekitar 150 dosen dan mahasiswa secara hybrid (luring dan daring). Sementara Prof. Yusli Wardianto, Atase Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek KBRI Jepang juga memberikan kata sambutan.
Adapun sejumlah dosen yang hadir antara lain: Prof. Hiroaki Kuze, Dr. Jun Nomura, Dr. Kiyoshi Takao, Prof. Josapat Tetuko Sri Sumantyo, dan Prof. Ryutaro Tateishi. Hadir juga Mr. Naofumi Takemoto, CEO Nextway Co.,Ltd, Perusahaan Industri Pengolahan Ikan Jepang.
Dalam pemaparanya, Rokhmin menyebutkan, sejak Revolusi Industri (1750-an) paradigma pembangunan arus utama atau kapitalisme telah mendorong pertumbuhan ekonomi dunia secara pesat sebesar 3-4% per tahun, dari PDB sekitar US$ 0,45 triliun/tahun menjadi US$ 100 triliun/tahun pada tahun 2022 (Sach, 2015; Bank Dunia, 2022).
Sebelum tahun 1930-an kebanyakan negara di dunia ini miskin. Sejak saat itu jumlah dan persentase penduduk miskin dunia terus menurun (Sach, 2015). Pada tahun 2015, di antara 194 negara anggota PBB, 55 negara (34 OECD, dan 21 non-OECD) atau 28?rpenghasilan tinggi (PDB per kapita > US$ 11.750), 103 negara (53%) berpenghasilan menengah (PDB per kapita : US$ 2.000 – 11.750), dan 36 negara (19%) berpenghasilan rendah (PDB per kapita < US>
"Kemajuan teknologi (Revolusi Industri 1 s/d 4) sangat fenomenal yang membuat kehidupan manusia menjadi lebih sehat, mudah, dinamis, dan nyaman," ujarnya.
Namun, kapitalisme telah gagal mengangkat warga dunia dari kemiskinan dan kelaparan. Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019, sekitar 1,3 miliar orang tetap miskin dan sekitar 700 juta orang kelaparan (Bank Dunia, 2020). Kemudian, akibat pandemi Covid-19, perang Rusia vs Ukraina, dan meningkatnya ketegangan geopolitik lainnya (khususnya AS vs China), dunia dihadapkan pada krisis pangan dan energi, inflasi tinggi, dan resesi ekonomi. "Sebagai akibatnya, hari ini jumlah penduduk miskin dunia menjadi 3 miliar, sangat miskin 1,5 miliar orang, dan 1 miliar kelaparan bila merujuk data Bank Dunia dan UNDP 2022," sebut Rokhmin.
Selain itu, kapitalisme juga menjadi akar penyebab melebarnya ketimpangan ekonomi (kesenjangan antara penduduk kaya vs miskin) baik di dalam maupun di antara negara-negara di dunia. Dan, yang lebih memprihatinkan adalah orientasi keserakahan manusia dan pemaksimalan keuntungan sebagai prinsip dasar Kapitalisme telah mendorong eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan dan pelepasan limbah dan gas rumah kaca yang berlebihan ke lingkungan yang mengakibatkan tiga krisis ekologis: Global Perubahan Iklim, Hilangnya Keanekaragaman Hayati, dan Polusi.
Rokhmin bilang, krisis ekologis rangkap tiga ini jika tidak ditangani dengan baik dan cepat akan mengancam tidak hanya keberlangsungan pembangunan ekonomi tetapi juga kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Selain itu, pengangguran, kemiskinan, kelaparan, ketimpangan ekonomi yang melebar, dan ketidakadilan menjadi akar penyebab radikalisme, kerusuhan, dan terorisme
Sementara itu, di beberapa wilayah pesisir dan laut tekanan pembangunan tersebut telah mencapai tingkat yang mengancam kapasitas keberlanjutannya yang tercermin antara lain dari: (1) tingkat pencemaran perairan laut yang tinggi; (2) penangkapan ikan berlebihan; (3) terumbu karang, mangrove, dan ekosistem pesisir lainnya yang terdegradasi; (4) erosi dan sedimentasi; (5) hilangnya keanekaragaman hayati; (6) konflik pemanfaatan ruang; dan (7) kemiskinan.
Hal ini terutama berlaku di wilayah pesisir dengan intensitas pembangunan (industrialisasi) yang tinggi dan/atau kepadatan penduduk yang tinggi, seperti Teluk Jakarta, Teluk Thailand, Teluk Manila, Muara Sungai Thames, Teluk Boston, Teluk Chesapeake, dan wilayah pesisir di sekitar Timur. Laut Cina.
Untuk itu, Rokhmin mengatakan, perlu memperkuat dan meningkatkan kerjasama win-win antara Indonesia dan jepang dalam pembangunan ekonomi biru yang berkelanjutan. Adapun kerjasama yang perlu dikuiatkan antara Indonesia dan Jepang antara lain usaha patungan antara perusahaan Indonesia dan Jepang dalam penangkapan ikan berkelanjutan di daerah penangkapan ikan yang kurang dimanfaatkan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Kemudian, investasi Jepang dalam akuakultur: ekosistem laut, pesisir, dan air tawar di Indonesia. "Jepang juga terbuka untuk investasi di Indonesia dalam industri pengolahan ikan, hasil laut, dan produk perikanan lainnya di Indonesia, hingga industri bioteknologi kelautan di Indonesia.
Selain itu, kerjsama perdagangan (ekspor dan impor) ikan, hasil laut, dan produk perikanan lainnya, upaya bersama dalam memerangi praktik penangkapan ikan IUU (Illegal, Unregulated, and Unreported), dan pengelolaan perikanan, dan pengelolaan pesisir dan laut terpadu untuk memastikan pembangunan sumber daya pesisir dan laut yang berkelanjutan.
Editor: Tokohkita