Rokhmin Dahuri
Potensi Blue Economy RI Besar, Modal untuk Mengatasi Permasalahan Bangsa
Ekonomi biru didefinisikan sebagai model ekonomi yang menggunakan: pertama infrastruktur, teknologi, dan praktik hijau
TOKOHKITA. Indonesia memiliki potensi (modal dasar) pembangunan yang sangat besar dan lengkap untuk menjadi negara-bangsa yang maju, adil-makmur, dan berdaulat. Potensi tersebut tidak lain adalah sektor kelautan dan perikanan (blue economy).
Demikian disampaikan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS saat menjadi narasumber pada General Lecturer “Blue Economy sebagai Future Player Ekonomi Iindonesia” di Ruang Diskusi Senat FPIK, IPB University, Rabu ( 5/2/2023).
Mengutip World Bank, Blue Economy sendiri adalah penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan umat manusia, dan secara simultan menjaga kesehatan serta keberlanjutan ekosistem laut. “Blue Economy adalah penggunaan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan lapangan pekerjaan dan kesejahteraan umat manusia, dan secara simultan menjaga kesehatan serta keberlanjutan ekosistem laut,’’ ujar Rokhmin Dahuri.
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga menyebut Blue Economy adalah semua kegiatan ekonomi yang terkait dengan lautan dan pesisir. Ini mencakup berbagai sektor-sektor ekonomi mapan (established sectors) dan sektor-sektor ekonomi yang baru berkembang (emerging sectors) (EC, 2020). ‘’Mengutip konservasi internasional 2010, Blue Economy juga mencakup manfaat ekonomi kelautan yang mungkin belum bisa dinilai dengan uang, seperti Carbon Sequestrian, Coastal Protection, Biodiversity, dan Climate Regulator,” terangnya.
Ekonomi biru didefinisikan sebagai model ekonomi yang menggunakan: pertama infrastruktur, teknologi, dan praktik hijau. Kedua, mekanisme pembiayaan yang inovatif dan inklusif. Ketiga, pengaturan kelembagaan proaktif untuk memenuhi tujuan kembar melindungi pantai dan lautan, dan pada pada saat yang sama meningkatkan potensi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan, termasuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologis.
Rokhmin mengklaim bahwa potensi Blue Economy Indonesia dapat menyerap lapangan kerja 45 juta orang atau atau 30 persen total angkatan kerja Indonesia. Kenyataannya, Pada 2018 kontribusi ekonomi kelautan bagi PDB Indonesia sekitar 10,4% padahal negara-negara lain dengan potensi kelautan lebih kecil (seperti Thailand, Korsel, Jepang, Maldives, Norwegia, dan Islandia), kontribusinya lebih 30 persen.
Setidaknya, da 11 sektor ekonomi kelautan yang bisa dikembangkan yakni: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan hasil perikanan, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) ESDM, (6) pariwisata bahari, (7) perhubungan laut, (8) industri dan jasa maritim, (9) kehutanan pesisir (coastal forestry), (10) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, dan (11) SDA kelautan non-konvensional. “Total nilai ekonomi kesebelas sektor itu sekitar 1,4 triliun dolar AS/tahun, hampir 1,4 PDB Indonesia saat ini atau 8 kali APBN 2020,” ujarnya.
Disisi lain, menurut Prof. Rokhmin Dahuri, produksi Perikanan Budidaya (Aquaculture) Indonesia (sekitar 100 juta ton/tahun) terbesar di dunia, dan pada 2021 baru diproduksi (dimanfaatkan) sekitar 19 persen dimana sejak 2009 hingga 2021 Indonesia menjadi produsen Perikanan Tangkap laut terbesar ke-2 di dunia setelah China, dan produsen Perikanan Budidaya terbesar ke-2 di dunia setelah China. “Indonesia mesti menjadi produsen Perikanan Tangkap laut dan Perikanan Budidaya terbesar di dunia, menggeser China pada 2028 atau paling lambat pada 2033,’’ tegasnya.
Menurut Rokhmin, sektor kelautan dan perikanan sangat berpotensi untuk meningkatkan kontribusinya secara signifikan bagi terwujudnya Indonesia emas 2045. Sektor Perikanan, ESDM, dan Wisata Bahari berkontribusi hampir 80?ri total PDB ekonomi biru pada tahun 2021. ”Indonesia memiliki Potensi Produksi Lestari (MSY) SDI (Sumber Daya Ikan) laut terbesar di dunia (12 juta ton/tahun atau 13,3% total MSY laut Dunia, 90 juta ton/tahun), dan MSY SDI Perairan Umum Darat (Sungai, Danau, dan rawa) terbesar ke-5 di dunia. Hingga, 2022 baru dimanfaatkan (diproduksi) sekitar 65%,’’ sebutnya.
Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) mencapai 11,68 juta ton, dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan/JTB sebesar 72% atau 8,41 juta ton. Pada 2011-2021, produksi perikanan tangkap laut terus meningkat (rata-rata 2,3% per tahun). Mulai 2015 potensi SDI laut meningkat, namun tingkat pemanfaatan menurun. Produksi perikanan tangkap laut terbesar berasal dari wilayah Sumatera, disusul Jawa, dan Sulawesi. Perairan darat meliputi: Sungai, Danau, Waduk, Rawa, Kolong (bekas galian), Situ, dan Embung.
Pada 2013-2021, produksi perikanan tangkap perairan darat menurun (rata-rata 0,3% per tahun). Produksi Perikanan Tangkap Darat berdasarkan Komoditas Utama (Spesies), 2017-2021 (ton). Sementara itu, peluang pengembangan lahan untuk kegiatan perikanan budidaya di Indonesia masih sangat leluasa. Hingga 2021, produksi perikanan budidaya mencapai 14,65 juta ton dengan dominasi masih dari komoditas Rumput Laut (62%). Jika dibanding tahun 2020, produksi perikanan budidaya hingga 2021 turun 0,7%, dimana kelompok ikan naik 3,1%, sementara rumput laut turun 2,8%.
“Intinya, jika Potensi Blue Economy didayagunakan dan dikelola berbasis inovasi IPTEKS dan manajemen profesional, maka sektor-sektor ekonomi kelautan diyakini akan mampu berkontribusi secara signifikan dalam mengatasi segenap permasalahan bangsa, dan mewujudkan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia serta Indonesia Emas paling lambat pada 2045,” jelasnya.
Kebijakan dan Program
Adapun Kebijakan dan Program Pembangunan Kelautan yang harus dilakukan antara lain; Pertama, Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI: (1) penyelesaian batas wilayah laut (UNCLOS 1982) dengan 10 negara tetangga; (2) penguatan & pengembangan sarpras hankam laut; dan (3) peningkatan kesejahteraan, etos kerja, dan nasionalisme aparat. Kedua, Penguatan dan pengembangan diplomasi maritim. Ketiga, Revitalisasi (peningkatan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan sustainability) seluruh sektor dan usaha (bisnis) Ekonomi Kelautan yang ada sekarang (existing). Keempat, Pengembangan sektor-sektor Ekonomi Kelautan baru, seperti: industri bioteknologi kelautan, shale and hydrate gas, fiber optics, offshore aquaculture, deep sea fishing, deep sea mining, deep sea water industry, dan floating city.
Kelima, Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (kemakmuran) baru di wilayah pesisir sepanjang ALKI, pulau-pulau kecil, dan wilayah perbatasan, dengan model Kawasan Industri Maritim Terpadu berskala besar (big-push development model). Keenam, Penguatan dan pengembangan konektivitas maritim: TOL LAUT dan konektivitas digital: Revitalisasi dan pengembangan armada kapal yang menghubungkan pelabuhan utama, dari ujung barat sampai ujung timur NKRI.
Ketujuh, Semua unit usaha sektor Ekonomi Kelautan harus menerapkan: (1) skala ekonomi (economy of scale); (2) integrated supply chain management system; (3) inovasi teknologi mutakhir (Industry 4.0) pada setiap mata rantai suplai, dan (4) Integrated Coastal Management (ICM). Kedepalan, Seluruh proses produksi, pengolahan (manufakturing), dan transportasi harus secara gradual menggunakan energi terbarukan (Zero Carbon): solar, pasang surut, gelombang, angin, biofuel, dan lainnya.
Kesembilan, Eksplorasi dan eksploitasi ESDM serta SDA non-konvensional harus dilakukan secara ramah lingkungan. 10. Pengelolaan lingkungan: (1) tata ruang, (2) rehabilitasi ekosistem yang rusak, (3) pengendalian pencemaran, dan (4) konservasi keanekaragaman hayati (biodiversity).
Selanjutnya, melalui mitigasi dan adaptasi terhadap Global Climate Change, tsunami, dan bencana alam lainnya, Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, Penguatan dan pengembangan R & D guna menguasai, menghasilkan, dan menerapkan IPTEKS, Penciptaan iklim investasi dan Ease of Doing Business yang kondusif dan atraktif, Peningkatan budaya maritim bangsa.
“Serta Kebijakan politik-ekonomi (fiskal, moneter, otoda, hubungan pemerintah dan DPR, penegakkan hukum, dll) yang kondusif: Policy Banking (Bank Maritim) untuk sektor-sektor ekonomi kelautan,” tegas Rokhmin yang saat ini menjabat sebagai Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 itu.
Editor: Tokohkita