Rokhmin Dahuri
Mewujudkan Indonesia Emas 2045 dari Pemberdayaan Ekonomi Pesantren
Resolusi Jihad 1945 yang digelorakan oleh para Kiyai Pesantren di seluruh wilayah Nusantara menyelamatkan muka bangsa Indonesia di tengah pertikaian diplomasi internasional kala itu, di dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia
TOKOHKITA. Sejarah dan fakta empiris telah membuktikan bahwa peran para ulama, kiyai, dan santri beserta pondok pesantren dalam melawan penjajah, dan memerdekan Indonesia pada 17 Agustus 1945 sangatlah signifikan.
Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS saat menyampaikan Orasi Ilmiah Haflah Akhir Sanah, Wisuda dan HUT ke-19 Pondok Pesantren Ar -Rahman, Plaju Darat, Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (22/6).
Menurut Rokhmin, tidak terhitung nyawa yang terenggut dari para ulama, kiyai, dan santri yang menjadi syuhada dalam melawan penjajah Belanda, Jepang, dan bangsa penjajah lainnya," ujar Prof. Rokhmin Dahuri. Sebut saja, Pangeran Diponegoro, Kiyai Mojo, Imam Bonjol, Sultan Hasanuddin, Sisingamangaraja, dan Pattimura.
"Resolusi Jihad 1945 yang digelorakan oleh para Kiyai Pesantren di seluruh wilayah Nusantara menyelamatkan muka bangsa Indonesia di tengah pertikaian diplomasi internasional kala itu, di dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia," katanya.
Dalam paparannya bertema "Pengembangan Dan Pemberdayaan Ekonomi Pesantren Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045", Rokhmin bilang, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut World Population Review (2022), rakyat Indonesia yang beragama Islam sekitar 241,86 juta orang atau 87?ri total penduduk. Hal ini, katanya, didukung oleh masifnya pendirian dan penyelenggaraan Lembaga Pendidikan Islam, khususnya Ponpes, di seluruh wilayah NKRI.
Hingga 2021 jumlah ponpes di seluruh Indonesia tercatat sebanyak 30.494 buah, dengan total jumlah santri 4,37 juta yang mengikuti jenjang Pendidikan dari strata (tingkat) PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), Ibtidaiyah (SD), Tsanawiyah (SLTP), Aliyah (SLTA) sampai Perguruan Tinggi bila merujuk data Direktorat Pendidikan Diniyah, Kementerian Agama, 2021.
"Maka, sangat tepat yang dikatakan cendekiawan muslim Indonesia, Prof. Dr. Azzyumardi Azra bahwa Ponpes merupakan Lembaga Pendidikan tertua dank khas Indonesia," sebut Menteri Kelautan dan Perikanan-RI periode 2001 – 2004 itu.
Rokhmin menuturkan, dengan jumlah Ponpes lebih dari 30.000 unit dan santri lebih dari 4 juta jiwa yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara, kiprah dan peran Ponpes dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia sangat nyata dirasakan dan sangat siginifikan, terutama di aspek IMTAQ, akhlak mulia, dan soft skills.
Pesantren telah memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan spiritualitas generasi muda Indonesia. Banyak tokoh dan pemimpin bangsa Indonesia merupakan alumni dari Ponpes. Contohnya, Almarhum KH. Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI; KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden RI 2019 – 2024; Prof. Dr. Mahfud MD, Menko Polhukam 2019 – 2024; Prof. Dr. Muhammad Nasir, MenRistek Dikti 2014 – 2019; Bapak Dr. Hc. Lukman Hakim Saefuddin, Menteri Agama 2014 – 2019; dan Almarhum KH. Hasyim Muzadi.
"Ke depan, Ponpes dan para alumninya diharapkan terus meningkatkan kapasitas dan kualitasnya, bukan hanya untuk keberhasilan Ponpes dan para alumninya saja. Tetapi, juga berperan aktif dan berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia Emas (Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur) paling lambat pada 2045," kata Ketua Dewan Pakar Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) itu.
Selain itu, bagi terwujudnya Dunia yang lebih baik, sejahtera, inklusif, damai, dan berkelanjutan. Dalam RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional) 2025 – 2045, Pemerintah menargetkan bahwa pada 2045 Indonesia akan menjadi negara besar yang maju, sejahtera, dan berdaulat (Indonesia Emas), dengan GNI (Gross National Income) atau Pendapatan Nasional Kotor sebesar 23.199 – 30.300 dolar AS per kapita, dan PDB (Produk Domestik Bruto) sekitar 7 trilyun - 9 trilyun dollar AS, terbesar ketujuh atau kelima di dunia. Tingkat kemiskinan pada 2045 diharapkan mendekati nol persen, dan ketimpangan ekonomi (kesenjangan antara penduduk kaya vs miskin) berkurang signifikan dengan koefisien GINI dibawah 0,3 (Bappenas, 2023).
Untuk mewujudkan cita-cita mulia itu pastinya membutuhkan kerja kolaboratif secara cerdas, keras, dan ikhlas dari seluruh komponen bangsa, dari Sabang sampai Merauke. Pasalnya, hingga kini Indonesia masih berstatus sebagai negara berpendapatan-menengah atas (upper-middle income country) dengan GNI per kapita 4.784 (BPS, 2022).
"Padahal, suatu negara bisa dinobatkan sebagai negara kaya (makmur) atau berpendapatan tinggi (high-income country), bila GNI per kapitanya diatas 13.205 dolar AS (World Bank, 2022). Kapasitas IPTEK kita pun masih rendah, kelas-3 (technology-adaptor country), belum mencapai kapasitas negara maju, kelas-1 (technology-innovator country) (UNESCO, 2020)," jelas Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Oleh karena itu, kata Prof. Rokhmin Dahuri, program pemberdayaan Ponpes seyogyanya tidak hanya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas nya agar kehidupan para santri, ustadz, dan kiyai (ulama) serta alumninya lebih sukses dan bahagia di dunia dan akhirat. Tetapi, juga agar Ponpes beserta segenap alumninya mampu berkontribusi signifikan terhadap pemecahan segenap permasalahan bangsa maupun permasalahan global seperti saya sampaikan diatas.
Maka, program pemberdayaan Ponpes harus mampu meningkatkan kinerja dari tiga tugas dan fungsi utama Ponpes semaksimal dan sebaik mungkin, yakni: (1) fungsi pendidikan, (2) fungsi pemberdayaan sosial-ekonomi, dan (3) fungsi dakwah (UU No. 18/2019 tentang Pesantren).
Dalam hal fungsi pendidikan, Ponpes harus terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya. Supaya mampu meluluskan para santrinya menjadi alumni yang kokoh IMTAQ nya, mulia akhlaknya, dan memiliki kompetensi duniawi yang mumpuni. Dengan tiga karakter (profil) utama itu, para alumni Ponpes insya Allah tidak hanya akan sukses dan bahagia hidup di dunia dan akhirat kelak, tetapi juga bermanfaat dan bisa menebarkan kebajikan (berkah) bagi keluarganya, bangsanya, dan bahkan umat manusia di dunia.
Di tengah-tengah dekadensi moral dan defisit keteladanan para pemimpin di Indonesia maupun di tingkat global (dunia), kita bangsa Indonesia dan masyarakat dunia membutuhkan banyak orang yang kompeten secara duniawi, dan sekaligus juga kokoh IMTAQ nya dan mulia akhlaknya. Insan yang ber-IMTAQ pasti akan memiliki akhlak mulia, terutama berupa shidiq, amanah, fathonah, tabligh, sabar, bersyukur, kanaah, pemaaf, dan penyayang (Kementerian Agama, 2021).
"Yang saya maksud dengan memiliki kompetensi duniawi adalah penguasaan IPTEK sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan perkembangan zaman, jiwa kewirausahaan dan soft skill," kata Rokhmin.
Untuk dapat menjalankan ketiga fungsi Ponpes diatas secara optimal, maka Ponpes harus memperbaharui kurikulumnya, yang mengintegrasikan ilmu- ilmu agama (akhirat) dengan IPTEK keduniaan (umum). Sistem dan mekanisme pengajaran (Pendidikan) mesti benchmarking (belajar) dari Lembaga-lembaga Pendidikan pada zaman keemasan Umat Islam (the Golden Age of Moslem) (Wallace – Murphy, 2006), dengan beberapa penyesuaian (adjustments) sesuai kondisi lokal kita dan zaman sekarang. Infrastruktur dan sarana Ponpes harus terus dipelihara, dikembangkan, dan diperbaiki supaya bertaraf internasional (world-class quality). Kapasitas, IMTAQ, kesalehan, dan kesejahteraan para Ulama, Ustadz, dan pegawai mesti terus ditingkatkan.
"Semoga Orasi Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, terutama para santri serta alumni Pondok Pesantren Ar Rahman dan Civitas Academica nya. Dan, semoga kiprah kehidupan kita semua diridhai dan diberkahi oleh Allah SWT, sehingga dapat berkontribusi signifikan bagi terwujudnya Indonesia Emas 2045, dan for “a better and sustainable world”," pungkas Busan Metropolitan City, South Korea itu.
Editor: Tokohkita