Rokhmin Dahuri
Indonesia Harus Berkonsentrasi Wujudkan Kedaulatan dan Ketahanan Pangan
Seiiring dengan pertambahan penduduk, permintaan bahan pangan bakal terus meningkat. Sementara, suplai pangan global sangat fluktuatif dan cenderung menurun.
TOKOHKITA. Pangan memiliki peran strategis bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa. Untuk itu, setiap wilayah di Indonesia berkonsentrasi dalam mewujudkan kedaulatan dan ketahanan pangan.
Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University, Prof Rokhmin Dahuri dalam paparannya pada Diskusi Publik “Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Menurunkan Stunting” Kolaborasi Ikopin University dengan ICMI Orwil Jawa Barat di Kampus IKOPIN University, Jatinangor, Jawa Barat, Rabu, (30/8/2023).
Menurut Rokhmin, pangan menentukan tingkat kesehatan, kecerdasan, dan kualitas SDM. “You are What you eat”. Kualitas SDM adalah kunci kemajuan sebuah bangsa!” katanya. Dalam jangka panjang, kekurangan pangan dan gizi buruk akan mewariskan generasi yang lemah, kurang cerdas, dan tidak produktif – a lost generation. Dengan kualitas SDM semacam ini, tidaklah mungkin sebuah bangsa bisa maju, sejahtera, dan berdaulat.
Bahkan kelangkaan dan meroketnya harga bahan pangan acap kali menimbulkan instabilitas politik yang berujung pada pelengseran kepala negara, seperti yang terjadi di Haiti, Pakistan, Meksiko, Argentina, Nigeria, Mesir, dan Tunisia ketika negara-negara tersebut dilanda krisis pangan pada tahun 2008.
Atas dasar itu, sangatlah tepat bila Presiden RI pertama, Soekarno, saat berpidato pada Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Fakultas Pertanian, IPB di Bogor, 27 April 1952. Bung Karno, berbicara tentang kedaulatan pangan. “Menurut beliau [Soekarno], urusan pangan adalah hidup matinya sebuah bangsa.”
Pernyataan tersebut kemudian terlegitimasi oleh hasil penelitian FAO yang mengungkapkan bahwa suatu negara dengan penduduk lebih besar dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, makmur, dan berdaulat, bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor. Ditambah data dari Kementan, bahwa sektor pertanian/pangan (pertanian, kehutanan, dan perikanan) menyerap sekitar 36% total angkatan kerja (130 juta orang, usia 15 – 64 tahun), dan menyumbangkan sekitar 15% PDB.
Seiiring dengan pertambahan penduduk, permintaan bahan pangan bakal terus meningkat. Sementara, suplai pangan global sangat fluktuatif dan cenderung menurun akibat alih fungsi lahan pertanian, Global Climate Change (GCC), kerusakan lingkungan; negara-negara produsen pangan mulai membatasi ekspor pangannya karena pandemi Covid-19, GCC, dan ketegangan geopolitik global, hingga mafia pangan.
"Akibat pandemi Covid-19 dan perang Rusia vs Ukraina, dunia menghadapi krisis pangan, energi, dan resesi ekonomi. Kekurangan pangan dapat memicu gejolak politik dan kejatuhan rezim pemerintahan," sebut Rokhmin.
Sejatinya, sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia. Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk berdaulat pangan, dan bahkan feeding the world atau pengekspor pangan utama. "Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sangat besar untuk berdaulat pangan, dan bahkan feeding the world," ungkap Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan ini.
Rokhmin pun membeberkan empat aspek dalam penilaian indeks ketahanan pangan dimana dari keempat aspek tersebut indeks ketahanan pangan indonesia pada tahun 2022 berada di peringkat ke 63 dunia dengan indeks meliputi keterjangkauan 81,4, ketersediaaan 50,9, kualitas dan keamanan 56,2, dan Keberlanjutan & adaptasi 33,0,” ujarnya.
Adapun untuk peningkatan produktivitas dan produksi onfarm komoditas pangan berkelanjutan antara lain: Pertama, penyusunan big data yang interaktif dan dinamis berdasarkan data yang absah, akurat, dan kuantitasnya mencukupi tentang semua aspek penting terkait sektor pangan: luas lahan pertanian, produktivitas, produksi, konsumsi pangan, demand, neraca stok pangan, ekspor, impor, profil produsen pangan, dan lainnya.
Kedua, mempertahankan lahan pertanian dan perikanan (Lahan Pertanian Abadi) yang ada, tidak dialihfungsikan untuk kawasan industri, pemukiman, infrastruktur, dan penggunaan lahan lainnya ? Melalui implementasi RTRW secara konsisten sesuai dengan UU No. 41/2009, penetapan lahan pertanian abadi, dan Reforma Agraria.
Ketiga, Dengan menggunakan tekonologi mutakhir (bibit & benih unggul, pakan berkualitas, pupuk, pengendalian hama & penyakit, manajemen kualitas air, teknologi budidaya, biotechnology, nanotechnology, digital/Industry 4.0 farming and aquaculture) dan manajamen agribisnis yang tepat, kita tingkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan sustainability seluruh unit usaha produksi pangan yang ada saat ini.
Keempat, Pembukaan lahan baru (ekstensifikasi) untuk usaha produksi tanaman pangan, hortikultur, perkebunan, peternakan, dan perikanan di luar Jawa dan lahan-lahan terlantar di P. Jawa, dengan spesies (komoditas) yang cocok dengan kondisi agroklimat setempat. Pendeknya, kedepan tidak ada sejengkal lahan pun dibiarkan terlantar. “Semua lahan sesuai dengan RTRW harus diusahakan untuk memproduksi komoditas pangan secara produktif, efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan (sustainable),” sebut Ketua Dewan Pakar Masyarakat Perikanan Nusantara itu.
Kelima, Diversifikasi budidaya dengan spesies (varietas) pangan yang baru melalui domestikasi dan pengembangan bibit dan benih unggul dengan teknologi pemuliaan (genetic engineering) dan nanoteknologi. Hal ini sangat mungkin, karena Indonesia merupakan negara dengan biodiversitas kelautan tertinggi di dunia, dan biodiversitas terestrial tertinggi kedua di dunia. Prioritaskan budidaya tanaman pangan lokal sumber karbohidrat non-beras: sorgum, sagu, porang, tales, ganyong, suweg,dll.
Keenam, Supaya petani, nelayan, dan produsen pangan lainnya bisa hidup lebih sejahtera, maka setiap unit bisnis pangan harus memenuhi skala ekonominya. Yakni besaran unit usaha yang menghasilkan keuntungan bersih yang mensejahterakan pelaku usaha, minimal 375 dolar AS (Rp 5,6 juta)/orang/bulan (Bank Dunia, 2022).
Contohnya, skala ekonomi untuk usaha padi sawah itu 2 ha (IPB, 2018), usaha ternak ayam petelor 3.000 ekor, usaha kebun sawit 2,5 ha (Kementan, 2010), dan usaha budidaya udang Vaname 360 m2 kolam bundar (Dahuri et al., 2019). Menerpakan Integrated Supply Chain Management System. Menggunakan teknologi mutakhir pada setiap mata rantai pasok. Dan, menerapkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable).
Ketujuh, Revitalisasi seluruh infrastruktur pertanian (bendungan dan saluran irigasi, dan pelabuhan perikanan) dan infrastruktur dasar (jalan, listrik, air bersih, telkom dan internet, dan pelabuhan umum) yang ada, dan kita bangun yang baru sesuai dengan kebutuhan di setiap wilayah.
Kedelapan, Konservasi ekosistem hutan dan pengelolaan DAS (Daerah Aliran Sungai) terpadu untuk menjaga stabiliast dan kontinuitas aliran (debit) sungai sebagai sumber air irigasi pertanian, mencegah banjir, tanah longsor, dan kekeringan.
Kesembilan, Pengendalian pencemaran yang disebabkan oleh sektor pertanian itu sendiri maupun sektor-sektor pembangunan lainnya (industri manufaktur, pertambangan dan energi, pemukiman. Kesepuluh, Mitigasi dan Adaptasi terhadap Perubahan Iklim, dan bencana alam lain.
Editor: Tokohkita