Rokhmin Dahuri
Kedaulatan Pangan Salah Satu Indikator Utama Menuju Indonesia Emas 2045
Untuk konteks Indonesia, transformasi struktural ekonomi mencakup enam kebijakan berikut. Pertama, transformasi ekonomi yang didominasi oleh kegiatan eksploitasi SDA dan ekspor komoditas dan buruh murah.
TOKOHKITA. Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Iinstitut Pertanuan Bogor (IPB) Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri mengatakan bahwa Kedaulatan Pangan merupakan salah satu dari 10 indikator kinerja utama (IKU) pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.
Hal tersebut disampaikan, Prof Rokhmin saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara wisuda program Magister dan Sarjana Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai, Bandar Lampung, Senin (23/10/2023). Adapun 10 IKU tersebut yakni, pertama pada tahun 2045 GNI per kapita Indonesia harus mencapai US$ 33.000 .
"Target ini dapat tercapai bila laju pertumbuhan ekonomi dari 2024-2045 rata-rata sebesar 7 persen pertahun. Kedua, kapasitas teknologi mencapai kelas-1. Ketiga, seluruh rakyat Indonesia hidup sejahtera alias tidak ada yang miskin (zero poverty)," katanya. Garis kemiskinan menurut standar internasional sebesar 3,2 dolar AS per orang per hari.
Keempat, seluruh penduduk usia kerja (15 – 64 tahun) harus dapat bekerja atau punya mata pencaharian pendapatan yang mensejahterakan diri dan keluarga nya (zero poverty). "Kelima, pemerataan kesejahteraan yang berkeadilan, dengan koefisien GINI lebih kecil dari 0,3. Keenam, kedaulatan pangan, energi, farmasi, dan air harus kuat. Ketujuh, IPM diatas 80. Kedelapan, daya dukung lingkungan, kualitas, keberlanjutan lingkungan hidup harus baik hingga sangat baik," tegasnya
Kemudian Kesembilan, Indonesia harus berdaulat secara politik. Kesepuluh, pembangunan ekonomi dan industri harus ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). Untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045 dengan 10 IKU nya ada beberapa kebijakan yang harus di implementasikan.
"Di bidang ekonomi, kita harus mengimplementasikan enam kebijakan pembangunan ekonomi, pertama pemulihan ekonomi dari pandemi covid-19, transformasi struktural ekonomi, peningkatan kedaulatan pangan, energi, farmasi, dan air, penguatan dan pengembangan infrastruktur," jelasnya
Konektivitas digital, penciptaan iklim investasi dan kemudahan berbisnis (ease of doing business) yang kondusif dan atraktif, dan terakhir adalah kebijakan politik-ekonomi yang kondusif bagi pembangunan ekonomi yang produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.
"Karena transformasi struktural ekonomi merupakan prasyarat utama bagi sebuah negara-bangsa untuk dapat lulus dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle-income trap), dan kemudian menjadi negara maju, sejahtera, dan berdaulat," tegasnya
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan Bidang Kelautan dan Perikanan itu juga mengatakan bahwa mengacu pada definisi dan pengertian tentang transformasi struktural ekonomi itu, maka untuk konteks Indonesia, transformasi struktural ekonomi mencakup enam kebijakan berikut. Pertama, transformasi ekonomi yang didominasi oleh kegiatan eksploitasi SDA dan ekspor komoditas dan buruh murah.
"Ke dominasi pengembangan sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan sektor jasa (sektor tersier) yang produktif, berdaya saing, inklusif, mensejahterakan, dan berkelanjutan (sustainable)," imbuhnya
Kedua, dari dominasi sektor impor dan konsumsi ke dominasi sektor investasi, produksi, dan ekspor. Ketiga, modernisasi sektor primer (kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, dan ESDM) secara produktif, efisien, berdaya saing, inklusif, ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Keempat, revitalisasi industri manufakturing yang unggul sejak masa Orde Baru, seperti, Makanan Minuman, TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), kayu dan produk kayu, pulp and paper, Elektronik, Otomotif, dan lainnya. Kelima, pengembangan industri manufakturing baru, terutama di luar Jawa, seperti mobil listrik, EBT (Energi Baru Terbarukan), Semikonduktor, Baterai, Bioteknologi, Nanoteknologi, Kemaritiman, Ekonomi Kreatif, dan Industri 4.0.
Keenam, kelima proses pembangunan ekonomi tersebut mesti berbasis pada Pancasila, Ekonomi Hijau (Green Economy), dan Ekonomi Biru (Blue Economy). Ia menambahkan lahirnya paradigma Green Economy, sejak akhir 1980-an sejatinya merupakan response dan koreksi atas kegagalan paradigma ekonomi konvensional.
Berupa kemiskinan, pengangguran, kelaparan, triple ecological crises (pollution, biodiversity loss, dan Global Warming), dan ketimpangan ekonomi (economic inequality) yang semakin melebar. Menurut UNEP (2011) Ekonomi Hijau adalah sistem ekonomi yang menghasilkan perbaikan kesejahteraan manusia serta pemerataan sosial, dan secara simultan mengurangi risiko atau kerusakan lingkungan dan kelangkaan ekologis).
"Secara lebih operasional, Green Economy dapat kita maknai sebagai sistemekonomi yang dibangun dan digerakkan oleh aktivitas manusia (produksi, transportasi, distribusi, dan konsumsi) yang mengemisikan sedikit CO2 (low carbon) atau tanpa karbon (zero-carbon emission) tanpa membuang limbah atau sedikit limbah (zero or low-waste)," terangnya
Kemudian menggunakan SDA secara efisien dan tidak melampui kemampuan pulihnya, dan secara sosial hasilnya (pertumbuhan ekonomi atau kesejehteraan nya) dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia secara adil (socially inclusive) dan berkelanjutan (sustainable).
Sementara itu, blue economy (ekonomi biru) pada prinsipnya merupakan aplikasi green economy (ekonomi hijau) di sektor-sektor ekonomi maritime (kelautan), di wilayah pesisir dan lautan. Ekonomi digital yang berbasis pada jenis-jenis teknologi yang lahir di era Industry 4.0 terbukti telah meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, kemudahan, dan keberlanjutan (sustainability) perekonomian dunia.
Maka, negara-bangsa yang tidak menguasai dan menerapkan Ekonomi Digital bakal tertinggal, dan akan susah menjadi negara maju dan makmur. Untuk dapat memanfaatkan kehadiran Ekonomi Digital (Industry 4.0) bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa; Indonesia harus malakukan 3 hal.
Pertama penguatan dan pengembangan infrastruktur digital (seperti jaringan satelit, internet, dan 5G) agar seluruh wilayah NKRI terkoneksi secara digital yang cepat dan terpercaya (reliable), kedua, mengembangkan SDM (talenta) yang menguasai segenap jenis teknologi Industry 4.0 seperti saya uraikan diatas dan membangun ekosistem Industry 4.0.
"Apabila ketiga hal fundamental ini tidak dilaksanakan, maka dikhawatirkan banyak generasi muda yang bakal menjadi pengangguran, dan perekonomian Indonesia sulit untuk maju, produktif, efisien, dan berdaya saing," sambungnya
Selanjutnya, dalam rangka mencegah dunia dari kehancuran, maka masyarakat dunia harus memperbaiki Sistem Kapitlisme secara fundamental atau mencari alternatif paradigma pembangunan baru yang mampu mengatasi sejumlah permasalahan kemanusiaan diatas.
Karena, paradigma pembangunan utama lainnya, Komunisme telah mati sejak 1989 bersamaan dengan runtuhnya Emporium Uni Soviet, maka Pancasila dapat menjadi paradigm alternatif menuju dunia yang lebih baik, sejahtera, berkeadilan, damai, dan berkelanjutan.
Dalam perspektif Pancasila, manusia dan alam semesta adalah makhluk ciptaan Tuhan YME. Selain homo sapiens dan homo economicus (makhluk ekonomi), manusia juga homo religiosa (makhluk beragama). Manusia tidak hanya tersusun oleh jasad-fisik (jasmani), tetapi juga oleh ruh (rohani).
Maka, kepuasan dan kebahagiaan insan Pancasilais tidak hanya berupa terpenuhinya kebutuhan jasmani, harta, jabatan, popularitas, dan atribut-atribut duniawi lainnya, tetapi juga terpenuhinya kebutuhan spiritual. Seorang Pancasilais juga mengimani bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya hanya sementara.
Editor: Tokohkita