Rokhmin Dahuri
Mewujugkan Perikanan Sebagai Salah Satu Andalan Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan
Indonesiamenjadi produsen perikanan tangkap laut terbesar kedua di dunia setelah China, dan produsen perikanan budidaya terbesar kedua di dunia setelah China.
TOKOHKITA. Untuk meningkatkan daya saing, Indonesia perlu fokus pada peningkatan efisiensi produksi, penerapan praktik perikanan berkelanjutan, dan peningkatan kualitas produk, sambil memperkuat infrastruktur, teknologi, serta kerja sama antarstakeholder dalam pengembangan kebijakan yang mendukung perdagangan internasional perikanan.
Demikian diutarakan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri MS saat menjadi pembicara dalam Webinar Nasional Masa Depan Perikanan Indonesia Perikanan yang diselenggarakan Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), Selasa (19/12/2025)
Tampil menjadi pembicara, Prof. Rokhmin Dahuri membahas perbandingan perikanan Indonesia dan Vietnam. Indonesia berada di peringkat ke-11 dengan nilai US$5,7 miliar, posisinya masih di bawah Vietnam yang menduduki peringkat ke-3 dengan nilai US$8,3 miliar. "Pada tahun 2022, Rata-rata tingkat konsumsi Vietnam sebesar 1,5 kg/kapita/bulan sedangkan Indonesia sebesar 4,5 kg/kapita/bulan," sebut Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia Indonesia (MAI) itu.
Melalui tema Strategi Pembangun Perikanan Budidaya Yang Produktif, Efisien, Berdaya Saing, Inklusif, dan Berkelanjutan dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045, Prof. Rokhmin Dahuri mengupas zona akuakultur berdasarkan kondisi geoekologi Vietnam. Timur laut dan barat laut: budidaya ikan air tawar di kolam, keramba bambu dan sawah. Delta sungai merah (RRD): budidaya ikan air tawar di tambak, udang laut di tambak, bivalvia di dasar pasang surut, dan ikan laut di keramba.
Selanjutnya, di wilayah pesisir tengah (utara dan selatan): budidaya udang laut di tambak, lobster dan ikan laut seperti cobia, seabass Asia dan kerapu di keramba. Dataran Tinggi Tengah: budidaya ikan air tawar di kolam dan keramba. Tenggara: budidaya ikan air tawar di tambak dan keramba, udang laut dan ikan di tambak.
Delta sungai Mekong (MRD): budidaya lele belang di kolam dan keramba serta budidaya ikan nila dan beberapa spesies asli (ikan gabus, ikan tenggeran, dll). di tambak dan udang galah di sawah, berbagai tingkat intensifikasi udang laut di tambak, dirotasi di sawah dan terpadu di hutan bakau.
Menurut Rokhmin, sejak 2009 hingga 2021, Indonesiamenjadi produsen perikanan tangkap laut terbesar kedua di dunia setelah China, dan produsen perikanan budidaya terbesar kedua di dunia setelah China. "Indonesia mesti menjadi produsen perikanan tangkap laut dan perikanan budidaya terbesar di dunia, menggeser China pada 2028 atau paling lambat pada 2033," harapnya.
Rokhmin memaparkan, potensi Perikanan Budidaya sebagai kontributor utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Antara lain sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai 100.000 km (terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), yang 77% wilayahnya berupa laut dan 28% wilayah daratnya berupa ekosistem perairan (sungai, rawa tawar, danau, dan bendungan), Indonesia memiliki potensi produksi perikanan budidaya terbesar di dunia, sekitar 100 juta ton/tahun.
Yang tak kalah penting adalah seiring dengan pertambahan penduduk, maka permintaan terhadap produk akuakultur (Perikanan Budidaya) terus meningkat. Bila dikelola berbasis IPTEKS yang benar, investasi dan bisnis di sektor Perikanan Budidaya cukup hingga sangat lucrative (menguntungkan). "Usaha Perikanan Budidaya pada umumnya banyak menciptakan lapangan kerja, multiplier effects, dan berlangsung di wilayah perdesaan, pesisir, PPK, dan luar Jawa," sebut Rokhimin.
Sejatinya, akuakultur bukan hanya menghasilkan komoditas pangan sumber protein hewani (ikan, krustase, dan moluska), tetapi juga komoditas sumber functional food, farmasi, kosmetik, biofuel, bioplastics, perhiasan, dan bahkan sumber karbohidrat (padi, dan mungkin tanaman pangan lainnya). 6. Pada umumnya biaya investasi dan modal usaha (working capital) usaha akuakultur relatif kecil.
“Pada umumnya akuaklutur is not ‘a rocket science’, sehingga kebanyakan rakyat bisa melakukan usaha akuakultur. Buktinya: sejak 2009 Indonesia produsen akuakultur ke-2 di dunia, hanya kalah dari China,” kata Rokhmin Dahuri menutip FAO (2022).
Editor: Tokohkita